
IHSG Terkapar, Berikut Penjelasan Lengkapnya

Dari sisi eksternal, tekanan datang dari hasil pertemuan the Federal Reserve yang diumumkan pada dini hari tadi. Walaupun tingkat suku bunga acuan tak diubah, the Fed memberi sinyal bahwa rencana normalisasi pada bulan Desember akan dieksekusi.
"Komite menilai bahwa kenaikan suku bunga acuan secara bertahap adalah kebijakan yang konsisten dengan ekspansi ekonomi yang berkelanjutan, pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi di kisaran 2% dalam jangka menengah. Risiko dalam perekonomian masih seimbang," tulis pernyataan FOMC.
Padahal, the Fed sendiri mengakui bahwa laju investasi mulai melambat setelah melesat kencang sejak awal tahun. Hal ini mengindikasikan potensi perlambatan ekonomi di masa depan.
Jika suku bunga acuan tetap dinaikkan sementara nantinya laju perekonomian AS melambat, maka perlambatan yang terjadi bisa kian parah dan memukul perekonomian dunia.
Masih dari sisi eksternal, hasil dari midterm elections di AS membebani laju bursa saham Asia. Kini, posisi mayoritas di House of Representatives dipegang oleh Demokrat setelah sebelumnya dipegang oleh Republik, sementara Republik mempertahankan posisi mayoritasnya di Senate.
Dengan House of Representatives dikuasai oleh Demokrat, kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi seperti pemotongan tingkat pajak memang akan menjadi sulit untuk diloloskan. Sebagai informasi, sekitar 2 minggu menjelang midterm elections, Presiden AS Donald Trump menebar wacana untuk memangkas pajak penghasilan individu kelas menengah sebesar 10%.
Lebih lanjut, jika Trump berusaha mendongkrak perekonomian melalui belanja secara jor-joran, langkah ini kemungkinan besar juga akan dijegal oleh Demokrat. Pasalnya, defisit anggaran di Negeri Paman Sam sudah begitu tinggi. Pada tahun fiskal 2018, defisit anggaran di AS tercatat sebesar US$ 729 miliar, naik 17% dari posisi tahun fiskal 2017 dan merupakan yang terbesar sejak 2012.
(HALAMAN SELANJUTNYA)
(ray)