Dikepung Sentimen Negatif, Reli Harga Obligasi Masih Lanjut

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 November 2018 11:30
Harga saham obligasi pemerintah masih terus melaju meski pasar keuangan domestik 'kebakaran' dan rupiah melemah.
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali menguat pada awal perdagangan hari ini, di tengah kontraksi pasar keuangan domestik akibat sentimen negatif dari Amerika Serikat.  

Meskipun penguatannya terbatas, naiknya harga surat berharga negara (SBN) itu senada dengan penguatan yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain, yaitu China, Malaysia, dan Singapura.  

Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SBN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).  

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. Seri acuan yang paling menguat adalah seri FR0064 bertenor 10 tahun yang mengalami penurunan yield sebesar 3 basis poin (bps) menjadi 8,04%.

Besaran 100 bps setara dengan 1%.
 Seri acuan lain juga serempak naik, yaitu seri 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun dengan penurunan yield 0,4 bps, 1 bps, dan 2 bps menjadi 7,93%, 8,36%, dan 8,43%.  

Yield Obligasi Negara Acuan 9 Nov 2018
SeriBenchmarkYield 8 Nov 2018 (%) Yield 9 Nov 2018 (%)Selisih (basis poin)
FR0063 5 tahun7.9377.933-0.40
FR0064 10 tahun8.0778.047-3.00
FR0065 15 tahun8.3798.363-1.60
FR0075 20 tahun8.4578.43-2.70
Avg movement-1.93
Sumber: Refinitiv 

Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 482 bps, kembali menyempit dari posisi kemarin 485 bps.  

Penyempitan spread masih terjadi secara beruntun beriringan dengan naiknya yield SBN di dalam negeri sejak Selasa pekan lalu. Yield US Treasury 10 tahun naik lagi hingga 3,226% dari posisi kemarin 3,223%. 

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 871,16 triliun SBN, atau 37,08% dari total beredar Rp 2.349 triiliun berdasarkan data per 7 November 2018.  

Angka kepemilikannya masih positif Rp 6 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama. 

Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 1,48% menjadi 5.888 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah -0,62% menjadi Rp 14.625 di hadapan tiap dolar AS. 

Iklim investasi domestik dan global tidak kondusif hari ini dipengaruhi pernyataan agresif (hawkish) terhadap kebijakan moneter dari pertemuan komite bank sentral Amerika Serikat (FOMC) semalam. 

Penguatan dolar AS tidak seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah -0,01% menjadi 96,710. 

Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan dialami pasar obligasi denominasi domestik negara berkembang yaitu China, Malaysia, dan Singapura.  

Koreksi masih dialami pasar obligasi Brasil dan Rusia, sedangkan stagnansi masih terjadi di pasar India dan Filipina. 

Yield Obligasi 10 Tahun Negara Berkembang dan Acuan
NegaraYield 8 Nov 2018 (%) Yield 9 Nov 2018 (%)Selisih (basis poin)
Brasil10.2810.522.00
China3.513.5-1.00
India7.7967.7960.00
Italia*3.4063.401-0.50
Jepang*0.1250.1260.10
Malaysia4.1264.111-1.50
Filipina7.6097.6090.00
Rusia8.748.828.00
Singapura2.5392.528-1.10
Turki*16.5516.8126.00
Amerika Serikat*3.2233.2260.30
*) AcuanSumber: Refinitiv 

Meskipun hari ini penguatan di pasar obligasi tidak sebesar beberapa hari terakhir, Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra masih optimistis pasar masih akan membaik hingga akhir tahun. 

Dia mengatakan salah satu faktor positif yang mendukung optimisme tersebut adalah suplai obligasi dari penerbitan rutin pemerintah melalui lelang berpotensi berhenti pada November saja. 

"Ketika penerbitan berhenti, kami yakin pasar akan bullish [menguat] karena investor yang biasanya mengambil di lelang akan semakin banyak melakukan aksi beli di pasar sekunder dan mendorong kenaikan harga di pasar," ujarnya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV hari ini. 

Untuk itu, Adi dan tim memprediksi yield wajar untuk SBN acuan 10 tahun akan berada pada 8,1% pada akhir tahun ini.


TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(irv/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular