Rupiah Perkasa, Reli Penguatan Harga Obligasi Berlanjut

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
08 November 2018 18:42
Harga obligasi pemerintah sudah menguat sejak selasa pekan lalu.
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali menguat hari ini serta memperpanjang barisan reli harga yang terjadi sejak Selasa pekan lalu. 

Penguatan tersebut dibarengi dengan penguatan rupiah sekaligus menjadikannya juara di kawasan Asia selama tiga hari berturut-turut. 

Naiknya harga surat berharga negara (SBN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain, yaitu China, India, Malaysia, dan Filipina.  

Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SBN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. 

Seri acuan paling menguat adalah seri FR0075 bertenor 20 tahun yang menurunkan yield-nya 20 basis poin (bps) menjadi 8,45%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.  

Yield seri acuan lain juga turun, yaitu untuk seri 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun yaitu sebesar 2 bps, 8 bps, dan 7 bps menjadi 7,93%, 8,07%, dan 8,37%. 

Yield Obligasi Negara Acuan 8 Nov 2018
SeriBenchmarkYield 7 Nov 2018 (%) Yield 8 Nov 2018 (%)Selisih (basis poin)
FR0063 5 tahun7.967.937-2.30
FR0064 10 tahun8.1588.077-8.10
FR0065 15 tahun8.4538.379-7.40
FR0075 20 tahun8.6578.457-20.00
Avg movement-9.45
Sumber: Refinitiv 

Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 1,81 poin (0,79%) menjadi 232,89 dari posisi kemarin 231,07. 

Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 485 bps, menyempit dari posisi kemarin 496 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik lagi hingga 3,22% dari posisi kemarin 3,18%. 

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 869,4 triliun SBN, atau 37,01% dari total beredar Rp 2.349 triliun berdasarkan data per 6 November.  

Angka kepemilikannya masih positif Rp 5 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama. Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.  

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,62% menjadi 5.976 hingga penutupan ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,27% menjadi Rp 15.535 di hadapan tiap dolar AS. 

Penguatan dolar AS tidak seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,24% menjadi 96,226. 

Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan harga dialami obligasi pemerintah China, India, Malaysia, dan Filipina, sedangkan koreksi harga efek utang pemerintah terjadi pada negara Brasil, Rusia, dan Singapura. 

Yield Obligasi 10 Tahun Negara Berkembang dan Acuan
NegaraYield 7 Nov 2018 (%) Yield 8 Nov 2018 (%)Selisih (basis poin)
Brasil10.1810.2810.00
China3.5213.51-1.10
India8.1587.796-36.20
Italia*3.3233.4068.30
Jepang*0.1250.1250.00
Malaysia4.1514.126-2.50
Filipina7.8427.609-23.30
Rusia8.648.7410.00
Singapura2.5092.5393.00
Turki*16.1316.5542.00
Amerika Serikat*3.1893.2233.40
*) Negara acuanData: Refinitiv 

Meskipun masih menguat, besok pasar obligasi dan pasar keuangan Indonesia akan diuji oleh pengumuman data neraca pembayaran pemerintah periode kuartal III-2018, di mana defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) diprediksi banyak pihak masih akan melebar.

CAD merupakan salah satu dari dua indikator utama investor terhadap makroekonomi Indonesia yang dianggap masih belum cukup kuat. 
Indikator lain adalah data arus investasi asing yang turun, dan neraca perdagangan. 


TIM RISET CNBC INDONESIA



(irv/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular