Dimotori Saham Bank BUKU IV, IHSG Naik 8 Hari Berturut-turut

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 November 2018 16:53
IHSG mengakhiri perdagangan hari ini dengan penguatan sebesar 0,62%.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan hari ini dengan penguatan sebesar 0,62% ke level 5.976,81. IHSG lantas membukukan penguatan selama 8 hari berturut-turut, menjadikannya rentetan penguatan terpanjang yang pernah terjadi sejak Juli 2018 (7 hari).

IHSG berhasil mengekor bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei menguat 1,82%, indeks Hang Seng menguat 0,31%, indeks Strait Times menguat 0,74%, dan indeks Kospi menguat 0,67%

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9,27 triliun dengan volume sebanyak 9,74 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 443.256 kali.

Saham-saham perbankan memotori penguatan IHSG: PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 3,95%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik 2,37%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) naik 2,04%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) naik 1,28%. Hanya saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang terkoreksi yakni sebesar 0,41%.

Seiring dengan kenaikan harga saham bank BUKU IV, indeks sektoralnya yakni jasa keuangan menguat 0,94%, terbesar dibandingkan 8 sektor penghuni IHSG lainnya.

Melesatnya harga saham bank BUKU IV ada kaitannya dengan hasil midterm elections di AS. Kini, posisi mayoritas di House of Representatives dipegang oleh Partai Democratic setelah sebelumnya dipegang oleh Partai Republican, sementara Partai Republican mempertahankan posisi mayoritasnya di Senate.

Dengan House of Representatives dikuasai oleh Partai Democratic, kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi seperti pemotongan tingkat pajak akan menjadi sulit untuk diloloskan. Sebagai informasi, sekitar 2 minggu menjelang midterm elections, Presiden AS Donald Trump menebar wacana untuk memangkas pajak penghasilan individu kelas menengah sebesar 10%.

Lebih lanjut, jika Trump berusaha mendongkrak perekonomian melalui belanja secara jor-joran, langkah ini kemungkinan besar juga akan dijegal oleh Democratic. Pasalnya, defisit anggaran di Negeri Paman Sam sudah begitu tinggi. Pada tahun fiskal 2018, defisit anggaran di AS tercatat sebesar US$ 729 miliar, naik 17% dari posisi tahun fiskal 2017 dan merupakan yang terbesar sejak 2012.

Pada akhirnya, perekonomian AS yang kini sedang panas bisa menjadi dingin, sehingga the Federal Reserve selaku bank sentral AS tak perlu kelewat agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.

Bagi bank-bank buku IV di Indonesia, tentu ini merupakan kabar baik. Dengan the Fed yang tak terlalu agresif menaikkan suku bunga acuan, maka urgensi bagi Bank Indonesia (BI) untuk melakukan hal serupa menjadi berkurang.

Sepanjang tahun ini, net interest margin (NIM) dari bank-bank BUKU IV tertekan lantaran BI begitu agresif mengerek suku bunga acuan. Sepanjang 9 bulan pertama 2018, NIM dari BMRI tercatat sebesar 5,76%, turun 10 bps dari posisi 9 bulan pertama tahun 2017 yang sebesar 5,86%.

NIM dari BBNI turun 20 bps menjadi 5,3%, dari yang sebelumnya 5,5%. NIM dari BBRI tergerus 42 bps menjadi 7,49%, dari yang sebelumnya 7,91%. Sementara itu, NIM BBCA turun 10 bps menjadi 6,1%, dari yang sebelumnya 6,2%.

Kemudian, sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari rilis data perdagangan internasional China. Sepanjang Oktober 2018, ekspor China tumbuh sebesar 15,6% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 11% YoY, seperti dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, impor tumbuh sebesar 21,4% YoY, juga mengalahkan konsensus yang sebesar 14% YoY. Ini artinya, perang dagang yang tengah berkecamuk dengan AS terbukti belum bisa menekan ekspor-impor Negeri Panda.

Sebagai informasi, pada September 2018, AS resmi mengenakan bea masuk 10% atas importasi produk asal China senilai US$ 200 miliar. Beijing pun membalas dengan mengenakan bea masuk baru atas importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar.

Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari rilis angka cadangan devisa oleh Bank Indonesia (BI). Kemarin sore (7/11/2018), BI mengumumkan cadangan devisa per akhir Oktober 2018 sebesar US$ 115,16 miliar, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 114,85 miliar.

Naiknya cadangan devisa akan memberikan amunisi tambahan bagi bank sentral untuk menetralisir tekanan terhadap rupiah jika diperlukan nantinya.

Hingga sore hari, rupiah menguat sebesar 0,27% di pasar spot ke level Rp 14.535/dolar AS.

Seiring dengan positifnya sentimen dari dalam dan luar negeri, investor asing membukukan beli bersih yang cukup besar yakni senilai Rp 1,1 triliun. 5 besar saham yang diburu investor asing adalah: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 311,3 miliar), PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk/GOOD (Rp 284,7 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 145,3 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 108,5 miliar), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 85,4 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ank/roy) Next Article Mau Serok Bank Mini? Simak Dulu 3 Petuah Ini Kalau Mau Cuan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular