Tak Lagi Jadi Raja, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 November 2018 08:30
Tak Lagi Jadi Raja, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa sejak awal pekan ini berbalik lesu. Dolar AS pun kembali ke kisaran Rp 14.600.

Pada Kamis (8/11/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.596 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.


Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. Dolar AS yang kemarin ditutup di kisaran Rp 14.500, kini kembali ke Rp 14.600.

Pada pukul 08:14 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.615. Rupiah kini melemah 0,27%.

Dalam 2 hari perdagangan sebelumnya, rupiah menguat signifikan di kisaran 1%. Ini membuat rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia selama 2 hari beruntun.


Pagi ini, dolar AS memang kembali dominan di Asia. Greenback menguat terhadap mayoritas mata uang Benua Kuning.

Rupiah benar-benar apes. Status raja Asia hilang dan kini berganti menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia. Mata uang Tanah Air hanya lebih baik dibandingkan won Korea Selatan.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 08:15 WIB:



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS yang 2 hari tertekan sudah bosa ditindas. Pada pukul 08:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,19%.

Investor sepertinya sudah move on dari hasil pemilihan sela di Negeri Paman Sam. Partai Republik, pendukung Presiden Donald Trump, mempertahankan dominasinya di Senat. Namun Partai Demokrat kini punya suara mayoritas di House of Representative, setelah 2 tahun ini praktis tidak punya kekuatan.

Walau hasil ini berpotensi menyebabkan gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat) di Washington, tetapi pelaku pasar tidak terlampau cemas. Sebab biasa saja Trump kemudian terpaksa mencabut beberapa kebijakan yang tidak pro-pasar, seperti pemberlakuan bea masuk yang menyulut perang dagang dengan China.

“Presiden tidak lagi bisa mengharapkan dukungan Kongres, dia harus melakukan apa yang bisa dilakukan untuk membuat ekonomi tetap bergulir. Salah satunya adalah mengakhiri perang dagang dan membuat kesepakatan,” kata Marko Kolanovic, Global Head od Quantitative and Derivatives Strategy di JPMorgan, seperti dikutip dari Reuters.

Pelaku pasar juga menilai meski parlemen kini terpecah bukan berarti segala kebijakan Trump akan dibatalkan. Misalnya, tidak mungkin kemudian House mengajukan pembatalan atas pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang disahkan Trump akhir tahun lalu.

“Saya rasa agenda-agenda Presiden yang sudah tercapai tidak akan dicabut. Lagipula kondisi ini (Partai Demokrat menjadi mayoritas di House) sudah diperkirakan oleh pelaku pasar,” tegas Robert Phipps, Direktur di Per Stirling Capital Management yang berbasis di Texas, mengutip Reuters.

Selesai dengan pemilihan sela, investor kini menantikan rapat komite pengambil keputusan di The Federal Reserve/The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) yang hasilnya akan diumumkan pada 8 November waktu setempat. Pasar memperkirakan Jerome ‘Jay’ Powell dan kolega masih akan menahan suku bunga acuan di 2-2,25%, dengan probabilitas mencapai 92,8% menurut CME Fedwatch.

Namun, pelaku pasar akan mencari petunjuk soal arah kebijakan moneter AS ke depan. Apabila masih ada sinyal mengenai kenaikan Federal Funds Rate pada Desember, apalagi kalau sinyalnya kian kuat, maka dolar AS bisa bangkit dari keterpurukan.

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi di AS, terutama untuk instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Ini akan membuat permintaan terhadap dolar AS akan meningkat dan nilainya menguat.

Selain itu, rupiah juga sudah menguat ‘ugal-ugalan’. Sejak awal November, rupiah terapresiasi tajam 3,64% di hadapan dolar AS.

Pada satu titik, sebagian pemilik modal akan merasa keuntungan yang didapat sudah cukup besar. Agar tidak ‘kebakaran’, bisa jadi mereka akan segera mencairkan keuntungan tersebut. Akibatnya adalah rupiah akan mengalami tekanan jual sehingga koreksi akan sulit dihindari.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular