
Tak Lagi Jadi Raja, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Dolar AS yang 2 hari tertekan sudah bosa ditindas. Pada pukul 08:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,19%.
Investor sepertinya sudah move on dari hasil pemilihan sela di Negeri Paman Sam. Partai Republik, pendukung Presiden Donald Trump, mempertahankan dominasinya di Senat. Namun Partai Demokrat kini punya suara mayoritas di House of Representative, setelah 2 tahun ini praktis tidak punya kekuatan.
Walau hasil ini berpotensi menyebabkan gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat) di Washington, tetapi pelaku pasar tidak terlampau cemas. Sebab biasa saja Trump kemudian terpaksa mencabut beberapa kebijakan yang tidak pro-pasar, seperti pemberlakuan bea masuk yang menyulut perang dagang dengan China.
Pelaku pasar juga menilai meski parlemen kini terpecah bukan berarti segala kebijakan Trump akan dibatalkan. Misalnya, tidak mungkin kemudian House mengajukan pembatalan atas pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang disahkan Trump akhir tahun lalu.
“Saya rasa agenda-agenda Presiden yang sudah tercapai tidak akan dicabut. Lagipula kondisi ini (Partai Demokrat menjadi mayoritas di House) sudah diperkirakan oleh pelaku pasar,” tegas Robert Phipps, Direktur di Per Stirling Capital Management yang berbasis di Texas, mengutip Reuters.
Selesai dengan pemilihan sela, investor kini menantikan rapat komite pengambil keputusan di The Federal Reserve/The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) yang hasilnya akan diumumkan pada 8 November waktu setempat. Pasar memperkirakan Jerome ‘Jay’ Powell dan kolega masih akan menahan suku bunga acuan di 2-2,25%, dengan probabilitas mencapai 92,8% menurut CME Fedwatch.
Namun, pelaku pasar akan mencari petunjuk soal arah kebijakan moneter AS ke depan. Apabila masih ada sinyal mengenai kenaikan Federal Funds Rate pada Desember, apalagi kalau sinyalnya kian kuat, maka dolar AS bisa bangkit dari keterpurukan.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi di AS, terutama untuk instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Ini akan membuat permintaan terhadap dolar AS akan meningkat dan nilainya menguat.
Selain itu, rupiah juga sudah menguat ‘ugal-ugalan’. Sejak awal November, rupiah terapresiasi tajam 3,64% di hadapan dolar AS.
Pada satu titik, sebagian pemilik modal akan merasa keuntungan yang didapat sudah cukup besar. Agar tidak ‘kebakaran’, bisa jadi mereka akan segera mencairkan keuntungan tersebut. Akibatnya adalah rupiah akan mengalami tekanan jual sehingga koreksi akan sulit dihindari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
