Internasional

Awas, Dampak Terburuk Perang Dagang AS-China Belum Tiba

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
01 November 2018 17:33
Para analis memperkirakan dampak terburuk perang dagang global belum terjadi.
Foto: REUTERS/Carlos Barria/File Photo
Hong Kong, CNBC Indonesia - Dampak ekonomi dari perseteruan dagang yang semakin panas antara Washington dan Beijing tampak semakin dalam bulan lalu dengan aktivitas pabrik dan pesanan ekspor yang melemah di seluruh Asia. Namun, para analis memperkirakan yang terburuk belum terjadi.

Dalam kondisi ini yang menunjukkan pelemahan eksportir dan pabrik-pabrik, survei manufaktur menunjukkan pertumbuhan tipis di China, perlambatan di Korea Selatan dan Indonesia serta kontraksi dalam aktivitas di Malaysia dan Taiwan.


Angka-angka tersebut muncul setelah data produksi industri yang lebih lemah dari perkiraan di Jepang dan Korea Selatan hari Rabu. Output Korea Selatan bahkan menyusut ke posisi paling rendah dalam lebih dari 1,5 tahun terakhir.

Sebaliknya, survei manufaktur ISM AS di Oktober yang akan diumumkan Kamis diperkirakan akan menunjukkan laju pertumbuhan yang jauh lebih cepat daripada di Asia, meskipun sedikit lebih lambat dari pada bulan September. Hal ini mendukung prospek kenaikan suku bunga Federal Reserve lebih lanjut.

Yang mengkhawatirkan, prospek kenaikan suku bunga AS dapat makin memukul ekonomi di kawasan yang rentan seperti Indonesia, India, dan Filipina, yang telah dipaksa menaikkan suku bunga untuk mengurangi aksi jual di mata uang, saham, dan obligasi.

"Anda memiliki pengetatan kondisi moneter di seluruh dunia, perlambatan permintaan China, dan gejolak pasar keuangan yang mempengaruhi sentimen dan keputusan investasi," kata Aidan Yao, ekonom senior Asia EM di AXA Investment Managers, dilansir dari Reuters.

Yao mengatakan banyak pesanan dari luar negeri dipercepat (frontloaded) untuk mengantisipasi tarif yang lebih tinggi dan dampaknya sebagian besar masih tidak langsung, yaitu melalui keyakinan bisnis.

Awas, Dampak Terburuk Perang Dagang AS-China Belum TibaFoto: infografis/defisit dagang ri china/edward ricardo
"Guncangan ekonomi yang sebenarnya belum tiba," katanya.

Sektor manufaktur China hampir tidak tumbuh bulan lalu setelah terhenti pada bulan September, dan pesanan ekspor mengalami kontraksi lebih lanjut, menurut laporan manufaktur sektor swasta.

Sebuah survei pemerintah pada hari Rabu menunjukkan sektor manufaktur tumbuh dengan laju terlemahnya dalam lebih dari dua tahun akibat permintaan yang melambat baik secara eksternal maupun domestik.

Jepang menunjukkan ketahanan yang lebih kuat di mana kegiatan ekonomi menguat meskipun pada tingkat yang lebih lambat daripada perkiraan sebelumnya. Ekonomi terbesar ketiga di dunia itu menghadapi tekanan di aspek lain yang memaksa bank sentralnya memangkas target inflasi hari Rabu akibat risiko eksternal.

Namun, negara tetangganya dan perekonomian Asia Tenggara terlihat lebih rawan.

Sebuah analisis dari DBS mengenai rantai pasokan Asia untuk produk yang ditujukan ke Amerika Serikat menunjukkan paparan terbesar dalam sektor mesin dan peralatan listrik di Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Taiwan.

Ekspor mineral dan petrokimia Korea Selatan juga terekspos, sama seperti industri transportasi Indonesia, menurut laporan DBS, yang melihat korelasi antara impor China dari Asia dan ekspor AS-nya.


Indeks Harpex, yang melacak perubahan tingkat pengiriman kontainer mingguan dan merupakan ukuran aktivitas pelayaran global, sekarang turun 25% sejak puncaknya pada bulan Juni.

Tekanan pada ekonomi China bukan hanya eksternal. Pertumbuhan ekonominya melambat ke 6,5%, laju triwulanan terlemah sejak krisis keuangan global. Hal ini menunjukkan permintaan domestik yang lesu menurut standar Cina.
(prm) Next Article Telisik Turunnya Harga Emas di Saat Meredanya Konflik Global

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular