
Menguat 0,6%, Berikut Lika-Liku Pergerakan IHSG Hari Ini
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 October 2018 16:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjalani hari yang cukup sulit, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau yakni dengan penguatan sebesar 0,6% ke level 5.789,1.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,43 triliun dengan volume sebanyak 10,68 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 353.373 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG adalah: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+3,83%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,62%), PT Astra International Tbk/ASII (+2,67%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,25%), dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+6,38%).
Pada pagi hari, IHSG hanya dibuka naik tipis 0,01%, sebelum akhirnya berangsur-angsur turun sebesar 0,37% ke level 5.733,24. Pelemahan IHSG pada pagi hari senada dengan bursa saham utama kawasan Asia.
Perkembangan perang dagang AS-China yang kurang sedap membuat bursa saham Benua Kuning ditinggalkan investor. Kabar terbaru, AS siap menerapkan bea masuk baru kepada produk-produk China apabila pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping tidak membuahkan hasil.
Sebelumnya, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow sudah mengonfirmasi bahwa keduanya akan melakukan pembicaraan di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) pada bulan depan.
Mengutip Reuters, sumber di lingkaran Gedung Putih mengungkapkan Washington sudah menyiapkan bea masuk baru sebagai skenario terburuk. Kemungkinan pengenaan bea masuk itu adalah untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 257 miliar seperti yang sering dikemukakan Trump.
Memang, terhitung sejak Kudlow mengonfirmasi pertemuan Trump-Xi beberapa waktu yang lalu, pelaku pasar tak menunjukkan respon yang positif. Terdapat sikap spektis dari investor mengingat beberapa pertemuan antara delegasi AS dan China yang sebelumnya sudah diselenggarakan tak mampu menyelesaikan perang dagang yang tengah berkecamuk.
Sebagai catatan, hingga kini AS telah mengenakan bea masuk bagi importasi produk asal China senilai US$ 250 miliar. Sejauh ini, perekonomian kedua negara, terutama China, terlihat sudah mulai tersakiti oleh kebijakan tersebut.
Teranyar, Biro Statistik Nasional China mencatat pertumbuhan laba industrial naik 4,1% secara tahunan pada September 2018 menjadi CNY 545,5 miliar. Laju pertumbuhan tersebut tidak sampai separuh dari pencapaian bulan sebelumnya dan menjadi yang paling lambat sejak Maret 2018.
Kemudian, sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari keputusan Kanselir Jerman Angela Merkel untuk tidak kembali maju dalam pemilihan sebagai Ketua Umum Christian Democratic Union (CDU). Dirinya juga menyatakan akan mundur dari dunia politik setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai kanselir pada tahun 2021.
Asal tahu saja, Merkel merupakan tokoh yang amat penting bagi Uni Eropa. Tanpa kehadiran dirinya, Uni Eropa yang sudah rapuh sejak ditinggal Inggris bisa menjadi semakin rapuh. Apalagi, keputusan tersebut diumumkan Merkel kala permasalahan anggaran di Italia dan Prancis sedang memanas.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,43 triliun dengan volume sebanyak 10,68 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 353.373 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG adalah: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+3,83%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,62%), PT Astra International Tbk/ASII (+2,67%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,25%), dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+6,38%).
Sebelumnya, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow sudah mengonfirmasi bahwa keduanya akan melakukan pembicaraan di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) pada bulan depan.
Mengutip Reuters, sumber di lingkaran Gedung Putih mengungkapkan Washington sudah menyiapkan bea masuk baru sebagai skenario terburuk. Kemungkinan pengenaan bea masuk itu adalah untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 257 miliar seperti yang sering dikemukakan Trump.
Memang, terhitung sejak Kudlow mengonfirmasi pertemuan Trump-Xi beberapa waktu yang lalu, pelaku pasar tak menunjukkan respon yang positif. Terdapat sikap spektis dari investor mengingat beberapa pertemuan antara delegasi AS dan China yang sebelumnya sudah diselenggarakan tak mampu menyelesaikan perang dagang yang tengah berkecamuk.
Sebagai catatan, hingga kini AS telah mengenakan bea masuk bagi importasi produk asal China senilai US$ 250 miliar. Sejauh ini, perekonomian kedua negara, terutama China, terlihat sudah mulai tersakiti oleh kebijakan tersebut.
Teranyar, Biro Statistik Nasional China mencatat pertumbuhan laba industrial naik 4,1% secara tahunan pada September 2018 menjadi CNY 545,5 miliar. Laju pertumbuhan tersebut tidak sampai separuh dari pencapaian bulan sebelumnya dan menjadi yang paling lambat sejak Maret 2018.
Kemudian, sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari keputusan Kanselir Jerman Angela Merkel untuk tidak kembali maju dalam pemilihan sebagai Ketua Umum Christian Democratic Union (CDU). Dirinya juga menyatakan akan mundur dari dunia politik setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai kanselir pada tahun 2021.
Asal tahu saja, Merkel merupakan tokoh yang amat penting bagi Uni Eropa. Tanpa kehadiran dirinya, Uni Eropa yang sudah rapuh sejak ditinggal Inggris bisa menjadi semakin rapuh. Apalagi, keputusan tersebut diumumkan Merkel kala permasalahan anggaran di Italia dan Prancis sedang memanas.
Next Page
Terdorong Aksi Beli di Kawasan Regional
Pages
Most Popular