Abaikan Anjloknya Bursa Regional, IHSG Menguat Tipis 0,04%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 October 2018 12:45
IHSG mengakhiri sesi 1 dengan menguat tipis 0,04% ke level 5.711,57.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri sesi 1 dengan menguat tipis 0,04% ke level 5.711,57. Pada sesi awal perdagangan, IHSG sempat anjlok 1,5% ke level 5.623,84.

IHSG seakan tak menghiraukan bursa saham utama kawasan Asia yang hancur lebur: indeks Nikkei anjlok 3,54%, indeks Shanghai turun 1,37%, indeks Hang Seng turun 1,96%, indeks Strait Times melemah 1,39%, dan indeks Kospi meluncur turun 2,22%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,18 triliun dengan volume sebanyak 4,97 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 199.155 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG naik adalah: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+3,02%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+1,32%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+4,39%), PT Charoen Pokphand Indonesia/CPIN (+2,26%), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,28%).

Sell-off di Wall Street berhasil ditransmisikan dengan baik ke bursa saham Benua Kuning. Pada dini hari tadi, Dow Jones ditutup anjlok 2,41%, S&P 500 anjlok 3,09%, dan Nasdaq terpangkas 4,43%.

Ketakutan atas perlambatan perekonomian Negeri Paman Sam sukses menggerogoti Wall Street. Sinyal pertama datang dari rilis angka penjualan rumah baru periode September yang sejumlah 553.000 unit, jauh di bawah konsensus yang sebesar 627.000 unit. Angka ini merupakan yang terendah dalam 2 tahun terakhir.

Kemudian, sinyal perlambatan ekonomi AS juga datang dari publikasi Beige Book oleh The Federal Reserve yang menyebut bahwa dunia usaha mulai menaikkan harga akibat perang dagang dengan China. Tingginya bea masuk untuk importasi bahan baku dan barang modal asal China membuat dunia usaha semakin tidak bisa menahan untuk tidak menaikkan harga.

Beige Book adalah laporan The Fed yang merangkum hasil diskusi dengan para pelaku usaha di 12 negara bagian. Diskusi kali ini berlangsung sejak September hingga pertengahan Oktober 2018.

"Pabrik-pabrik melaporkan kenaikan harga barang jadi sudah tidak terhindarkan. Kenaikan ini disebabkan biaya yang lebih tinggi untuk impor bahan baku seperti baja yang terkait dengan kebijakan bea masuk," sebut laporan The Fed.

Belum lama ini, International Monetary Fund (IMF) sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2019 sebesar 0,2% menjadi 2,5%, dari yang sebelumnya 2,7%.

Selain potensi perlambatan ekonomi AS, sentimen eksternal yang menekan kinerja bursa saham Asia adalah kian panasnya hubungan antara AS dengan sekutunya Arab Saudi terkait dengan tewasnya kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi dan permasalahan rancangan anggaran pemerintah Italia dan Prancis.

Dari kawasan regional, rilis data ekonomi di Korea Selatan semakin membebani bursa saham Asia. Sepanjang kuartal-III 2018, perekonomian Korea Selatan diumumkan tumbuh sebesar 2% YoY, di bawah konsensus yang sebesar 2,2% YoY.

Kembali ke bursa saham tanah air, laju IHSG tertolong oleh kehadiran level keramat 5.700. Sepanjang 2018, hanya 4 kali IHSG ditutup di bawah level 5.700 yakni pada tanggal 28 Juni, 3 Juli, 6 Juli, dan 5 September.

Ada kemungkinan, investor menganggap bahwa valuasi IHSG sudah kemurahan jika diperdagangkan di bawah level 5.700. Mengutip Reuters, price-earnings ratio (PER) IHSG per akhir perdagangan kemarin kala ditutup di level 5,709.42 adalah sebesar 15,48x.

Namun, dengan banyaknya sentimen negatif dari sisi eksternal yang menghantui, sangat mungkin IHSG harus berakhir di bawah level 5.700 pada akhir sesi 2 nanti.


TIM RISET CNBC INDONESIA




(ank/roy) Next Article Akhir Sesi 1, IHSG Juara 2 dari Bawah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular