
Wajar Jokowi Resah, Faktanya Ekonomi RI Memang Bermasalah
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
25 October 2018 09:44

Apabila melihat konfigurasi transaksi berjalan, sebenarnya defisit neraca perdagangan bukanlah satu-satunya penyumbang CAD. Perlu dicatat bahwa defisit pendapatan primer juga mencapai US$ 8,15 miliar pada kuartal II-2018, bahkan lebih besar dari CAD secara keseluruhan.
Sebagai informasi, transaksi pendapatan primer meliputi transaksi penerimaan dan pembayaran kompensasi tenaga kerja dan pendapatan investasi dari investasi langsung, investasi portofolio, dan investasi lainnya.
Selama ini, penyumbang terbesar defisit pendapatan primer adalah pembayaran hasil keuntungan penanaman modal asing langsung, yang akhirnya kembali ke negara asal.
Presiden Jokowi memang terkenal sebagai salah satu kepala negara yang paling rajin mengundang penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia. Dalam masa kepemimpinannya, nominal PMA pun terus tumbuh dengan cepat. Pada tahun 2017, PMA mencapai Rp 436,78 triliun, naik 40% lebih dari akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Giatnya Jokowi mengundang investor asing ini lantas menjadi pedang bermata dua. Meski positif untuk pertumbuhan ekonomi nasional, namun semakin besarnya pembayaran hasil investasi ke luar negeri justru membebani defisit pendapatan primer.
Sebenarnya, apabila PMA mampu menghasilkan produk berorientasi ekspor, maka nilai ekspor pun otomatis akan terkerek naik. Alhasil, CAD pun tidak akan separah sekarang, karena naiknya nilai ekspor tentu akan mengompensasi besarnya defisit pendapatan primer.
Namun, melihat defisit neraca perdagangan yang semakin buruk, nampaknya PMA yang ada sejauh ini belum terlalu berkualitas. PMA yang ada belum mampu mendongkrak performa ekspor tanah air.
Selain dari investasi langsung, besarnya defisit pendapatan primer juga disumbangkan oleh pembayaran bunga utang obligasi pemerintah, di mana investor asing menguasai nyaris 40% dari Surat Berharga Negara (SBN).
Dengan kata lain, semakin banyak pemerintah menerbitkan surat utang, maka CAD akan semakin buruk pula. Oleh karena itu, idealnya pendanaan yang berbasis domestik perlu ditingkatkan, baik berupa pajak maupun penerbitan obligasi dalam rupiah.
Sayangnya, rasio pajak (tax ratio) justru terus menurun. Data dari nota keuangan per 2017, Tax Ratio hanya sebesar 10,7% atau terendah dalam kepemimpinan Presiden Jokowi.
Tax Ratio atau sering disebut juga dengan rasio pendapatan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), merupakan formula untuk mengukur kinerja perpajakan dengan membandingkan antara penerimaan perpajakan dan PDB dalam kurun waktu tertentu.
Semakin rendah Tax Ratio, maka semakin rendah pula kepatuhan wajib pajak dalam negeri. Selain itu, kemampuan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan pajak dari berbagai sektor ekonomi juga belum terlalu optimal.
Akibatnya, pemerintah dipaksa terus menerus menerbitkan surat utang untuk menutup defisit kas keuangan negara. Ujung-ujungnya, CAD lah yang harus menanggung bebannya.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/RHG)
Sebagai informasi, transaksi pendapatan primer meliputi transaksi penerimaan dan pembayaran kompensasi tenaga kerja dan pendapatan investasi dari investasi langsung, investasi portofolio, dan investasi lainnya.
Selama ini, penyumbang terbesar defisit pendapatan primer adalah pembayaran hasil keuntungan penanaman modal asing langsung, yang akhirnya kembali ke negara asal.
Giatnya Jokowi mengundang investor asing ini lantas menjadi pedang bermata dua. Meski positif untuk pertumbuhan ekonomi nasional, namun semakin besarnya pembayaran hasil investasi ke luar negeri justru membebani defisit pendapatan primer.
Sebenarnya, apabila PMA mampu menghasilkan produk berorientasi ekspor, maka nilai ekspor pun otomatis akan terkerek naik. Alhasil, CAD pun tidak akan separah sekarang, karena naiknya nilai ekspor tentu akan mengompensasi besarnya defisit pendapatan primer.
Namun, melihat defisit neraca perdagangan yang semakin buruk, nampaknya PMA yang ada sejauh ini belum terlalu berkualitas. PMA yang ada belum mampu mendongkrak performa ekspor tanah air.
Selain dari investasi langsung, besarnya defisit pendapatan primer juga disumbangkan oleh pembayaran bunga utang obligasi pemerintah, di mana investor asing menguasai nyaris 40% dari Surat Berharga Negara (SBN).
Dengan kata lain, semakin banyak pemerintah menerbitkan surat utang, maka CAD akan semakin buruk pula. Oleh karena itu, idealnya pendanaan yang berbasis domestik perlu ditingkatkan, baik berupa pajak maupun penerbitan obligasi dalam rupiah.
Sayangnya, rasio pajak (tax ratio) justru terus menurun. Data dari nota keuangan per 2017, Tax Ratio hanya sebesar 10,7% atau terendah dalam kepemimpinan Presiden Jokowi.
Tax Ratio atau sering disebut juga dengan rasio pendapatan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), merupakan formula untuk mengukur kinerja perpajakan dengan membandingkan antara penerimaan perpajakan dan PDB dalam kurun waktu tertentu.
Semakin rendah Tax Ratio, maka semakin rendah pula kepatuhan wajib pajak dalam negeri. Selain itu, kemampuan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan pajak dari berbagai sektor ekonomi juga belum terlalu optimal.
Akibatnya, pemerintah dipaksa terus menerus menerbitkan surat utang untuk menutup defisit kas keuangan negara. Ujung-ujungnya, CAD lah yang harus menanggung bebannya.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/RHG)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular