
'Justru Saat Ini BI Malah Kembali Behind The Curve'
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
23 October 2018 18:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menempuh kebijakan secara pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve. Kata terakhir yang disebut, nampaknya tidak berlaku saat ini.
Ahead of the curve, yakni kebijakan yang mengambil langkah antisipasi dengan mendului atau melakukan start lebih awal dalam menaikkan bunga. Dalam hal ini, BI ingin mendahului kemungkinan The Fed menaikkan lagi suku bunganya (FFR) pada Desember 2018.
"Namun saat ini justru yang ada adalah BI itu behind the curve. Harusnya hari ini bank sentral menaikkan bunganya 25 bps, dan kemudian bulan depan 25 bps," kata Kepala Pusat Studi Ekonom dan Kebijakan Publik UGM, A. Tony Prasetiantono, saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (23/10/2018).
Dijelaskan Tony, kenaikan bunga The Fed terus berlangsung saat ini dan sudah di level 2-2,25% dari 0,25% sejak 2017 lalu atau naik 200 bps. Sementara BI sejak 2017 lalu bunga acuan berada di 4,25% menjadi 5,75% atau naik 150 bps.
"Kenaikan bunga BI agak terlambat makanya rupiah terus melemah dan saat ini ke level Rp 15.200/US$," kata Tony.
Lebih jauh, Tony berharap BI harus fokus menjaga stabilitas nilai tukar. Karena dampak psikologis dari rupiah di level Rp 15.000/US$ cukup mengkhawatirkan.
"Rupiah dijaga, jangan lebih dari Rp 15.000/US$ karena itu psikologis pasar yang membuat masyarakat mengingat-ingat apa yang terjadi pada tahun 1997-1998. Padahal kondisi sekarang jauh berbeda," terang Tony.
"BI harus bisa memadamkan rupiah dari Rp 15.000/US$ harus turun ke setidaknya level Rp 14.700-Rp 14.900/US$. Jangan Rp 15.000/US$ ke atas," papar Tony.
Lebih jauh Tony mengatakan, untuk menjaga nilai rupiah agar tak mencapai level tersebut diperlukan kenaikan bunga yang konsisten. Bunga acuan menurut Tony sudah bagus dinaikkan dengan besaran 25 bps.
"Tapi dilakukan secara kontinyu. Jika sekarang sudah tidak naik, maka bulan depan bisa naik 50 bps, dan Desember juga naik 25 bps," tutup Tony.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan bunga acuan BI 7-Day RR di posisi 5,75%. Fokus untuk menurunkan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik.
"Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga dapat semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," ujar Deputi Gubernur BI, Mirza Adityaswara di Gedung BI, Selasa (23/10/2018).
Alasan BI cukup masuk akal saat ini. BI menahan aksinya (yang hawkish) sebelum bunga acuan AS atau Fed Fund Rate (FFR) naik pada Desember 2018. Bank sentral sudah cukup pede pada bulan tersebut BI menaikkan bunganya.
"Suku bunga AS masih akan naik. Desember 2018, most likely naik satu kali. 2019 akan naik 3 kali, kemudian 2020 akan naik 1 kali. Tren akan naik. Dan kami memperhatikan bagaimana negara-negara tetangga suku bunganya seperti apa. Itu juga menjadi perhatian BI," kata Mirza.
(wed) Next Article Ketidakpastian Global Jadi Alasan BI Pertahankan Bunga Acuan
Ahead of the curve, yakni kebijakan yang mengambil langkah antisipasi dengan mendului atau melakukan start lebih awal dalam menaikkan bunga. Dalam hal ini, BI ingin mendahului kemungkinan The Fed menaikkan lagi suku bunganya (FFR) pada Desember 2018.
"Namun saat ini justru yang ada adalah BI itu behind the curve. Harusnya hari ini bank sentral menaikkan bunganya 25 bps, dan kemudian bulan depan 25 bps," kata Kepala Pusat Studi Ekonom dan Kebijakan Publik UGM, A. Tony Prasetiantono, saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (23/10/2018).
![]() |
Dijelaskan Tony, kenaikan bunga The Fed terus berlangsung saat ini dan sudah di level 2-2,25% dari 0,25% sejak 2017 lalu atau naik 200 bps. Sementara BI sejak 2017 lalu bunga acuan berada di 4,25% menjadi 5,75% atau naik 150 bps.
"Kenaikan bunga BI agak terlambat makanya rupiah terus melemah dan saat ini ke level Rp 15.200/US$," kata Tony.
Lebih jauh, Tony berharap BI harus fokus menjaga stabilitas nilai tukar. Karena dampak psikologis dari rupiah di level Rp 15.000/US$ cukup mengkhawatirkan.
"Rupiah dijaga, jangan lebih dari Rp 15.000/US$ karena itu psikologis pasar yang membuat masyarakat mengingat-ingat apa yang terjadi pada tahun 1997-1998. Padahal kondisi sekarang jauh berbeda," terang Tony.
"BI harus bisa memadamkan rupiah dari Rp 15.000/US$ harus turun ke setidaknya level Rp 14.700-Rp 14.900/US$. Jangan Rp 15.000/US$ ke atas," papar Tony.
Lebih jauh Tony mengatakan, untuk menjaga nilai rupiah agar tak mencapai level tersebut diperlukan kenaikan bunga yang konsisten. Bunga acuan menurut Tony sudah bagus dinaikkan dengan besaran 25 bps.
"Tapi dilakukan secara kontinyu. Jika sekarang sudah tidak naik, maka bulan depan bisa naik 50 bps, dan Desember juga naik 25 bps," tutup Tony.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan bunga acuan BI 7-Day RR di posisi 5,75%. Fokus untuk menurunkan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik.
"Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga dapat semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," ujar Deputi Gubernur BI, Mirza Adityaswara di Gedung BI, Selasa (23/10/2018).
Alasan BI cukup masuk akal saat ini. BI menahan aksinya (yang hawkish) sebelum bunga acuan AS atau Fed Fund Rate (FFR) naik pada Desember 2018. Bank sentral sudah cukup pede pada bulan tersebut BI menaikkan bunganya.
"Suku bunga AS masih akan naik. Desember 2018, most likely naik satu kali. 2019 akan naik 3 kali, kemudian 2020 akan naik 1 kali. Tren akan naik. Dan kami memperhatikan bagaimana negara-negara tetangga suku bunganya seperti apa. Itu juga menjadi perhatian BI," kata Mirza.
(wed) Next Article Ketidakpastian Global Jadi Alasan BI Pertahankan Bunga Acuan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular