
Rupiah Kena 'Double Punch': Keok di Kurs Acuan & Spot
Alfado Agustio & Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
23 October 2018 10:53

Jajak pendapat yang dilakukan Reuters terhadap lebih dari 500 ekonom menyatakan aura pesimisme kini semakin nyata. Dari 44 negara yang dicakup dalam survei, perlambatan ekonomi diperkirakan terjadi di 18 negara. Sementara proyeksi untuk 23 negara lainnya tidak berubah dan hanya tiga negara yang diramal mengalami perbaikan ekonomi.
Kondisi ini cukup jauh dibandingkan survei serupa pada awal tahun di mana 70% negara yang disurvei diperkirakan mengalami perbaikan ekonomi. Risiko utama yang membayangi perekonomian dunia adalah perang dagang AS vs China. Kedua adalah keketatan likuiditas global dan ketiga adalah kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam.
Berbagai risiko itu membuat pelaku pasar masih enggan mengambil risiko di instrumen berisiko di negara berkembang.
Selain itu, perkembangan brexit sejauh ini masih mengkhawatirkan investor. Isu yang masih mengganjal masih seputar wilayah kepabeanan di Irlandia Utara. Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan, sebagian besar poin Brexit sudah disepakati tetapi ada satu yang paling mengganjal yaitu masalah wilayah kepabeanan itu.
Uni Eopa ingin Irlandia Utara tetap masuk wilayah kepabeanan mereka, sementara Inggris meminta tidak ada pemeriksaan pabean. May pun mengusulkan dua opsi yaitu penerapan masa transisi dan pembentukan pabean ganda Inggris-Uni Eropa.
Dengan waktu yang tersisa 5 bulan sebelum Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa, masih ada hambatan yang belum terselesaikan. Jika tidak ada kesepakatan alias no deal, Inggris harus bersiap dengan konsekuensi sulit berdagang dengan negara lain di Eropa Kontinental.
Deadlock proses Brexit ini menciptakan ketidakpastian bagi pelaku pasar.
Terakhir, ketegangan antara AS-Arab Saudi. Buntut dari tewasnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki) menyebabkan hubungan Negeri Paman Sam dan Negeri Kaya Minyak Bersitegang.
Riyadh mengklaim bahwa Khashoggi meninggal dunia setelah terlibat perkelahian yang tidak seimbang, 1 lawan 15. Namun Trump tidak mempercayai alasan itu.
"Saya tidak puas dengan apa yang saya dengar. Saya tidak ingin kehilangan investasi di sana, tetapi kami akan mengusut kasus ini sampai tuntas," tegas Trump kepada wartawan di Gedung Putih, mengutip Reuters.
Investasi yang dimaksud Trump adalah penjualan senjata. Tahun lalu, Arab Saudi berkomitmen membeli senjata dari AS senilai US$ 110 miliar.
Di sisi lain, negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, Belanda, sampai Inggris juga mendesak Arab Saudi untuk segera menuntaskan kasus ini. Arab Saudi pun berjanji tidak akan membalas tekanan ini dengan memblokade pasokan minyak kepada negara-negara Barat.
Meski sampai saat ini Arab Saudi cukup kooperatif, tetapi tekanan demi tekanan bisa saja membuat kesabaran mereka habis. Jika itu itu terjadi, maka situasi di Timur Tengah menjadi tidak kondusif. Ketika hal ini terjadi, lagi-lagi dolar AS jadi buruan.
Ketiga kondisi ini mendorong permintaan terhadap greenback pun naik. Pergerakan dolar index (menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama) pada pukul 10:30 WIB, menguat 0,05% ke level 96,06.
Pages
Most Popular