Harga Batu Bara Bangkit, Tapi Sejumlah Ancaman Menghadang

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 October 2018 13:45
Harga Batu Bara Bangkit, Tapi Sejumlah Ancaman Menghadang
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara Newcastle kontrak acuan naik 0,55% ke level US$ 109,75/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Kamis (18/10/2018).

Harga si batu hitam mampu mencatatkan penguatan, pasca bergerak cukup volatil pada beberapa waktu terakhir. Sentimen positif kenaikan permintaan jelang musim dingin masih mampu mengatrol harga. Selain itu, masih kuatnya ekspor Australia juga mampu menjadi katalis.



Pada awal November mendatang, musim dingin akan menyapu dataran China, bahkan dengan cuaca yang diperkirakan lebih dingin dari biasanya.Oleh karena itu, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan pun diperkirakan akan melambung.

Pembangkit listrik di China pun ramai-ramai memenuhi stok batu baranya, dalam rangka mengantisipasi peningkatan permintaan listrik di musim dingin. Batu bara termal memang masih menjadi sumber energi utama bagi pembangkit listrik di Negeri Tirai Bambu.

Ekspektasi permintaan yang kuat dari importir batu bara terbesar dunia ini lantas mampu memberikan energi bagi pergerakan harga si batu hitam pada perdagangan kemarin.

Sentimen positif lainnya datang dari ekspor batu bara dari pelabuhan Newcastle Australia meningkat tipis 2,05% secara mingguan (week-to-week/WtW) pada pekan lalu ke angka 2,99 juta ton, mengacu data Global Ports. Ekspor batu bara dari pelabuhan ini didominasi oleh komoditas batu bara termal.

Selain itu, Goldman Sachs juga memroyeksikan ekspor batu bara Australia masih akan tumbuh 10 juta ton pada tahun depan, dan masih tumbuh lagi 5 juta ton pada 2020. Hal ini disebabkan peningkatan produktivitas di operasi eksisting plus adanya tambahan produksi dari tambang-tambang baru di Negeri Kanguru.

(NEXT)
Meski demikian, sejumlah sentimen negatif justru mengancam pergerakan harga batu bara. Pertama, perlambatan ekonomi akibat perang dagang. Dari data teranyar, ekonomi China di kuartal ketiga tahun ini tumbuh lebih lambat dari perkiraan dan mencatat ekspansi paling lambat sejak kuartal pertama 2009, menurut data resmi pemerintah yang dirilis Jumat (19/10/2018).

Perekonomian terbesar kedua di dunia itu tumbuh 6,5% secara tahunan (year-on-year/ yoy) di kuartal ketiga tahun ini atau lebih rendah dari 6,6% yang diperkirakan para analis dalam survei Reuters. Angka itu juga lebih rendah dari 6,7% yang dicapai di kuartal sebelumnya, CNBC International melaporkan.

Panasnya perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) nampaknya telah menekan laju pertumbuhan Negeri Tirai Bambu. Saat pertumbuhan ekonominya melambat, dipastikan permintaan energi China pun akan menurun. Padahal, Beijing merupakan pengimpor batu bara terbesar dunia.

Kedua,pembatasan impor batu bara di China. Pertengahan pekan lalu, pemerintah China memutuskan untuk memperpanjang pembatasan impor batu bara hingga akhir tahun 2018, mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters.

Impor batu bara di sepanjang tahun 2018 ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017, dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini.

China mengimpor 199,92 juta ton batu bara pada periode Januari-Agustus 2018, atau 27,86 juta ton lebih banyak dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Artinya, Beijing kini hanya punya jatah impor sebesar 63,03 juta ton untuk September-Desember 2018.

Secara rata-rata, jatah impor batu bara China “hanya” 15,76 juta ton per bulan hingga penghujung tahun ini, atau 7 juta ton lebih sedikit dari rata-rata impor bulanan pada 2017. Potensi hilangnya porsi permintaan dari negara importir batu bara terbesar di dunia tersebut, lantas kembali menekan pergerakan harga.

Ketiga, China’s National Climate Center justru memroyeksikan bahwa musim dingin yang akan datang akan lebih hangat dari biasanya. Bertolak belakang dari estimasi yang muncul sebelumnya. Pasalnya, ada potensi datangnya El Nino di tengah musim dingin mendatang.

Akibatnya, konsumsi batu bara di musim dingin bisa tidak sekuat yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini lantas bisa menekan harga ke depannya.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular