Ulangi 'Prestasi' Kemarin, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 October 2018 12:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah sejak pembukaan pasar. Rupiah kini menjadi mata uang terlemah kedua di Asia.
Pada Jumat (19/10/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 di pasar spot dijual Rp 15.210. Rupiah melemah 0,12% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah melemah tipis 0,02% dan dolar AS belum menyentuh level Rp 15.200. Namun seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah dan dolar AS kembali menembus kisaran itu.
Kemarin, rupiah berakhir melemah 0,28% dan menjadi mata uang terlemah kedua di Benua Kuning. Kini rupiah kembali mengulangi 'prestasi' yang sama.
Di Asia, dolar AS bergerak mixed cenderung melemah. Selain rupiah, hanya yen Jepang, dolar Hong Kong, dan ringgit Malaysia yang melemah. Di antara mata uang ini, yen menjadi yang terlemah disusul oleh rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:08 WIB:
Rupiah dan sebagian kecil mata uang Asia masih tidak berdaya menghadapi dolar AS yang sebenarnya memang masih perkasa. Pada pukul 12:12 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,06%.
Dolar AS mendapat suntikan tenaga dari rilis data ekonomi yang positif. Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia edisi Oktober 2018 menanjak ke angka 22,2, melampaui ekspektasi pasar sebesar 19,7.
Kemudian, jumlah warga yang mengajukan klaim pengangguran di AS turun 5.000 orang ke 210.000 pada pekan lalu, lebih rendah dari konsensus Reuters sebesar 212.000. Data pekan lalu tidak jauh dari level terendah sejak November 1969 yang dicapai pada pertengahan September, yakni sebesar 202.000.
Kedua data di atas memberikan sinyal bahwa pasar tenaga kerja dan perekonomian AS memang masih berada di posisi yang solid. Artinya, cukup alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS sehingga meningkatkan permintaan greenback. Peningkatan permintaan akan membuat dolar AS kian perkasa.
Sementara dari eksternal, perkembangan global sedang kurang kondusif. Perdebatan soal anggaran negara di Italia semakin panas setelah Uni Eropa menyebut kebijakan fiskal Negeri Pizza tahun depan merupakan pelanggaran yang serius.
Selain itu, hubungan AS-Arab Saudi juga menegang karena kasus hilangnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki). Presiden AS Donald Trump mulai percaya bahwa Khashoggi dibunuh di tempat itu. Trump pun tidak menerapkan sanksi tegas jika pembunuhan itu terbukti.
Dua perkembangan itu menyebabkan investor memilih bermain aman. Instrumen berisiko di negara berkembang dilepas dan investor kembali ke pelukan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Jumat (19/10/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 di pasar spot dijual Rp 15.210. Rupiah melemah 0,12% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah melemah tipis 0,02% dan dolar AS belum menyentuh level Rp 15.200. Namun seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah dan dolar AS kembali menembus kisaran itu.
Kemarin, rupiah berakhir melemah 0,28% dan menjadi mata uang terlemah kedua di Benua Kuning. Kini rupiah kembali mengulangi 'prestasi' yang sama.
Di Asia, dolar AS bergerak mixed cenderung melemah. Selain rupiah, hanya yen Jepang, dolar Hong Kong, dan ringgit Malaysia yang melemah. Di antara mata uang ini, yen menjadi yang terlemah disusul oleh rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:08 WIB:
Rupiah dan sebagian kecil mata uang Asia masih tidak berdaya menghadapi dolar AS yang sebenarnya memang masih perkasa. Pada pukul 12:12 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,06%.
Dolar AS mendapat suntikan tenaga dari rilis data ekonomi yang positif. Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia edisi Oktober 2018 menanjak ke angka 22,2, melampaui ekspektasi pasar sebesar 19,7.
Kemudian, jumlah warga yang mengajukan klaim pengangguran di AS turun 5.000 orang ke 210.000 pada pekan lalu, lebih rendah dari konsensus Reuters sebesar 212.000. Data pekan lalu tidak jauh dari level terendah sejak November 1969 yang dicapai pada pertengahan September, yakni sebesar 202.000.
Kedua data di atas memberikan sinyal bahwa pasar tenaga kerja dan perekonomian AS memang masih berada di posisi yang solid. Artinya, cukup alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS sehingga meningkatkan permintaan greenback. Peningkatan permintaan akan membuat dolar AS kian perkasa.
Sementara dari eksternal, perkembangan global sedang kurang kondusif. Perdebatan soal anggaran negara di Italia semakin panas setelah Uni Eropa menyebut kebijakan fiskal Negeri Pizza tahun depan merupakan pelanggaran yang serius.
Selain itu, hubungan AS-Arab Saudi juga menegang karena kasus hilangnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki). Presiden AS Donald Trump mulai percaya bahwa Khashoggi dibunuh di tempat itu. Trump pun tidak menerapkan sanksi tegas jika pembunuhan itu terbukti.
Dua perkembangan itu menyebabkan investor memilih bermain aman. Instrumen berisiko di negara berkembang dilepas dan investor kembali ke pelukan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular