
Kenaikan Minyak Mentah Tekan Harga Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
15 October 2018 11:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali terkoreksi pada awal perdagangan hari ini.
Data Reuters menunjukkan terkoreksinya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan/menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri 20 tahun, dengan kenaikan yield 9 bps menjadi 9,14%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain juga terkoreksi yaitu seri 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun, dengan kenaikan yield 4 bps, 7 bps, dan 2 bps menjadi 8,47%, 8,81%, dan 8,88%.
Koreksi pasar obligasi hari ini terjadi seiring dengan kenaikan harga minyak mentah menyikapi naiknya tensidi Timur Tengah. Karenanya, pelaku pasar kembali menyerbu dolar AS dan membuatnya lebih kuat di hadapan mata uang dunia, termasuk rupiah.
Sumber: Reuters
Koreksi pasar SBN membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 566 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 556 bps.
Yield US Treasury 10 tahun berada pada 3,15% karena adanya arus jual dan menuju dolar AS.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 850,04 triliun SBN rupiah, berporsi 36,66% dari total beredar Rp 2.318 triliun per 11 Oktober.
Angka itu masih lebih rendah daripada posisi akhir September, yang mencerminkan angka dana asing keluar (capital foreign outflow) Rp 810 miliar.
Secara persentase, angka kepemilikan asing juga turun dari 36,89%. Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar uang.
Penguatan dolar AS seiring seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yang ditunjukkan oleh posisi Dollar Index yang naik 0,14% menjadi 95,350. Akibatnya, rupiah turut melemah 0,26% menjadi Rp 15.240 per dolar AS.
Di sisi lain, pasar ekuitas masih menguat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,36% menjadi 5.776 hingga siang ini.
Prediksi SBN
Koreksi yang masih terjadi di pasar efek utang pemerintah tidak sejalan dengan prediksi pelaku pasar di awal perdagangan.
Pelaku pasar memprediksi harga SBN di pasar sekunder akan meningkat terbatas, terutama pada seri acuan.
Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memprediksi sentimen negatif didorong oleh proyeksi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini.
Dalam risetnya, dia menyatakan sentimen positif akan dipicu oleh cenderung stagnannya yield US Treasury dan proyeksi menurunnya defisit neraca perdagangan Indonesia per September 2018.
Sejauh ini, konsesus Bloomberg memperkirakan defisit neraca dagang Indonesia turun ke level $444 juta dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar $1,02 miliar.
Di sisi lain, konsensus CNBC Indonesia menunjukkan defisit akan menipis menjadi US$ 600 juta dan Reuters akan menipis menjadi US$ 500 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Data Reuters menunjukkan terkoreksinya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan/menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri acuan lain juga terkoreksi yaitu seri 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun, dengan kenaikan yield 4 bps, 7 bps, dan 2 bps menjadi 8,47%, 8,81%, dan 8,88%.
Koreksi pasar obligasi hari ini terjadi seiring dengan kenaikan harga minyak mentah menyikapi naiknya tensidi Timur Tengah. Karenanya, pelaku pasar kembali menyerbu dolar AS dan membuatnya lebih kuat di hadapan mata uang dunia, termasuk rupiah.
Yield Obligasi Negara Acuan 15 Oct 2018 | ||||
Seri | Benchmark | Yield 12 Okt 2018 (%) | Yield 15 Oct 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.438 | 8.478 | 4.00 |
FR0064 | 10 tahun | 8.736 | 8.815 | 7.90 |
FR0065 | 15 tahun | 8.865 | 8.889 | 2.40 |
FR0075 | 20 tahun | 9.055 | 9.148 | 9.30 |
Avg movement | 5.90 |
Koreksi pasar SBN membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 566 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 556 bps.
Yield US Treasury 10 tahun berada pada 3,15% karena adanya arus jual dan menuju dolar AS.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 850,04 triliun SBN rupiah, berporsi 36,66% dari total beredar Rp 2.318 triliun per 11 Oktober.
Angka itu masih lebih rendah daripada posisi akhir September, yang mencerminkan angka dana asing keluar (capital foreign outflow) Rp 810 miliar.
Secara persentase, angka kepemilikan asing juga turun dari 36,89%. Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar uang.
Penguatan dolar AS seiring seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yang ditunjukkan oleh posisi Dollar Index yang naik 0,14% menjadi 95,350. Akibatnya, rupiah turut melemah 0,26% menjadi Rp 15.240 per dolar AS.
Di sisi lain, pasar ekuitas masih menguat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,36% menjadi 5.776 hingga siang ini.
Prediksi SBN
Koreksi yang masih terjadi di pasar efek utang pemerintah tidak sejalan dengan prediksi pelaku pasar di awal perdagangan.
Pelaku pasar memprediksi harga SBN di pasar sekunder akan meningkat terbatas, terutama pada seri acuan.
Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memprediksi sentimen negatif didorong oleh proyeksi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini.
Dalam risetnya, dia menyatakan sentimen positif akan dipicu oleh cenderung stagnannya yield US Treasury dan proyeksi menurunnya defisit neraca perdagangan Indonesia per September 2018.
Sejauh ini, konsesus Bloomberg memperkirakan defisit neraca dagang Indonesia turun ke level $444 juta dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar $1,02 miliar.
Di sisi lain, konsensus CNBC Indonesia menunjukkan defisit akan menipis menjadi US$ 600 juta dan Reuters akan menipis menjadi US$ 500 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular