Internasional
Joseph Stiglitz: AS Beri Contoh Buruk
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
12 October 2018 18:19

Jimbaran, CNBC Indonesia - Joseph Stiglitz, ekonom berkebangsaan Amerika Serikat (AS) peraih penghargaan Nobel Memorial Prize, menyebut negaranya sendiri sebagai contoh buruk yang seharusnya tidak diikuti oleh negara lain.
"Amerika Serikat memberi contoh yang salah, menunjukkan kepada dunia apa yang seharusnya tidak dilakukan," kata mantan Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Bank Dunia (World Bank/WB) itu dalam High Level Policy Dialogue yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10/2018). Dialog tersebut mengambil tema "The Future of Finance" atau masa depan keuangan.
Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk keluar dari Kesepakatan Paris dan menaikkan defisit anggaran pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi alasan dari pernyataan Stiglitz.
Ia menjelaskan menaikkan defisit anggaran federal terhadap PDB dari 3% menjadi 6% dalam waktu tiga minggu akan membuat perekonomian menjadi tidak berkelanjutan, baik secara domestik di AS maupun secara global.
"Ini akan menjadi masalah tidak hanya untuk AS, tetapi global karena AS akan meminjam uang yang sangat banyak dari seluruh dunia, yang akan meningkatkan suku bunga global," tuturnya.
Ia juga sempat mengkritisi ketentuan Kesepakatan Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) antara AS dengan berbagai negara yang memberi banyak batasan ke mitra dagang, salah satunya hak mengekspresikan budaya mereka.
Contoh yang dipaparkan oleh Stiglitz adalah upaya AS dalam menghentikan Perancis untuk mendukung industri perfilmannya. Padahal, industri perfilman adalah salah satu cara mengekspresikan kebudayaan mereka.
"Batasan dalam FTA, terutama dalam ketentuan investasi, adalah hal yang sangat sangat buruk," jelasnya.
Dalam hal kelestarian lingkungan, Trump juga menjadikan AS sebagai contoh buruk karena keluar dari Kesepakatan Paris.
Untuk diketahui, Kesepakatan Paris adalah komitmen negara-negara di seluruh dunia untuk menjaga suhu bumi di bawah ambang batas 2 derajat Celcius serta menekannya hingga 1,5 derajat Celcius. Persetujuan ini dilakukan demi menahan laju pemanasan global.
Namun, Stiglitz berkata banyak perusahaan dan masyarakat AS yang tidak menghiraukan keluarnya mereka dari kesepakatan tersebut. Pasalnya, masih banyak yang patuh pada ketentuan-ketentuan dari Kesepakatan Paris.
"Masih banyak perusahaan ataupun masyarakat AS yang tidak peduli dengan Trump. Kami akan melanjutkannya dan memenuhhi tanggung jawab kami di Kesepakatan Paris," katanya.
(roy/roy) Next Article Defisit Anggaran AS Melonjak Jadi Rp 11.840,8 T, Ada Apa?
"Amerika Serikat memberi contoh yang salah, menunjukkan kepada dunia apa yang seharusnya tidak dilakukan," kata mantan Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Bank Dunia (World Bank/WB) itu dalam High Level Policy Dialogue yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10/2018). Dialog tersebut mengambil tema "The Future of Finance" atau masa depan keuangan.
Ia menjelaskan menaikkan defisit anggaran federal terhadap PDB dari 3% menjadi 6% dalam waktu tiga minggu akan membuat perekonomian menjadi tidak berkelanjutan, baik secara domestik di AS maupun secara global.
"Ini akan menjadi masalah tidak hanya untuk AS, tetapi global karena AS akan meminjam uang yang sangat banyak dari seluruh dunia, yang akan meningkatkan suku bunga global," tuturnya.
Ia juga sempat mengkritisi ketentuan Kesepakatan Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) antara AS dengan berbagai negara yang memberi banyak batasan ke mitra dagang, salah satunya hak mengekspresikan budaya mereka.
![]() |
Contoh yang dipaparkan oleh Stiglitz adalah upaya AS dalam menghentikan Perancis untuk mendukung industri perfilmannya. Padahal, industri perfilman adalah salah satu cara mengekspresikan kebudayaan mereka.
"Batasan dalam FTA, terutama dalam ketentuan investasi, adalah hal yang sangat sangat buruk," jelasnya.
Dalam hal kelestarian lingkungan, Trump juga menjadikan AS sebagai contoh buruk karena keluar dari Kesepakatan Paris.
Untuk diketahui, Kesepakatan Paris adalah komitmen negara-negara di seluruh dunia untuk menjaga suhu bumi di bawah ambang batas 2 derajat Celcius serta menekannya hingga 1,5 derajat Celcius. Persetujuan ini dilakukan demi menahan laju pemanasan global.
Namun, Stiglitz berkata banyak perusahaan dan masyarakat AS yang tidak menghiraukan keluarnya mereka dari kesepakatan tersebut. Pasalnya, masih banyak yang patuh pada ketentuan-ketentuan dari Kesepakatan Paris.
"Masih banyak perusahaan ataupun masyarakat AS yang tidak peduli dengan Trump. Kami akan melanjutkannya dan memenuhhi tanggung jawab kami di Kesepakatan Paris," katanya.
(roy/roy) Next Article Defisit Anggaran AS Melonjak Jadi Rp 11.840,8 T, Ada Apa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular