Kata Bos OJK Soal Kebijakan Ekonomi & Dana Murah Pasar Modal

Monica Wareza, CNBC Indonesia
10 October 2018 12:08
Dalam perjalanannya, banyak dinamika yang mengharusakan ada penyesuaian antara kebijakan dan kondisi perekonomian Indonesia paska krisis tersebut.
Foto: Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso; di Grand Launching CNBC Indonesia TV (CNBC Indonesia)
Seminyak, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyebutkan Indonesia saat ini terus melakukan reformasi kebijakan ekonomi sejak krisis ekonomi 1997-1998. Dalam perjalanannya, banyak dinamika yang mengharusakan ada penyesuaian antara kebijakan dan kondisi perekonomian Indonesia paska krisis tersebut.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan setelah sukses melakujan reformasi Indonesia mendapat banyak respons positif dari dunia. Dimana Indonesia juga berhasil melewati krisis keuangan kecil pada 2004, Indonesia tak terkena dampaknya.


"Kita reform paska 1998, lalu terjadi lagi krisis kecil di 2004. Ini dimanika yang harus dilakukan. Lalu krisis lagi 2008. Kita dipuji karena reform yang dilakukan paska 1997-1998 kita tidak kena dampaknya, semua memuji kita," kata Wimboh dalam Grand Launching CNBC Indonesia di Trans Resort Seminyak, Bali, Rabu (10/10).

Wimboh menambahkan, saat itu kondisi perekonomian negara maju mengalami permasalahan. Tingkat suku bunga terpaksa diturunkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemudian gencar membeli aset-asaet.

Pada waktu itu, tambah Wimboh, tanpa disadari aliran dana asing masuk ke Indonesia (capital inflow). Asing masuk ke dalam negeri karena menariknya yield investasi di Indonesia yang mencapai 7% dari cadangan devisa kita juga mencapaoi US$ 130 miliar.

Namun kemudian terjadi masalah, harga komoditas dunia anjlok dan membuat meningkatnya kredit racet (non performing loan/NPL) di perbankan. Kemudian, Indonesia pada 2013 mulai bersiap untuk kondisi normalisasi yang akan dilakukan Amerika Serikat.

"Ini yang tidak bisa dihindari jadi kita harus reform sehingga kita saat itu harga minyaka rendah kita lupa B-20 sudah sejak dulu lalu kita lakukan tapi ternyata lebih murah import ketimbang buat sendiri. Itu dulu," jelas dia.

Wimboh melanjutkan, penting untuk kembali melakukan reform di sektor keuangan lantaran saat ini masih tergantung dengan intermediasi. Kondisi ini menyebabkan perbankan agak berat memberikan pinjaman jangka panjang karena sumber pendanaannya seluruhnya berasal dari dana jangka pendek.

"Ini bukan hal baru, semua orang tau. capital market tidak tumbuh. Pembiayaan 80% lebih masih intermediasi, dari bank loan, lebih cepat dan menyenangkan tapi mahal dan sensitif terhadap suku bunga dan nilai tukar," lanjut dia.


Untuk itu, OJK terus melakukan reform di sektor keuangan untuk mengakomodasi pengumpulan dana jangka panjang yang bisa dilakukan melalui pasar modal. Untuk menunjang itu, OJK mempermudah munculnya instrumen-instrumen investasi baru yang bisa dimanfaatkan investor dan rail sektor.


"Kombibansi swasta filantropis pemerintah dan dananya besar silahkan saja dan dirorong dengan environtment friendly. Cukup besar dana di global yang bisa digunakan," imbuh dia.

Dengan kemudahan tersebut akan mempermudah korporasi baik swasta maupun korporai lainnya untuk bisa menerbitkan instrumen-instrumen investas seperti sukuk, green bond, sekuritisasi, DINFRA dan KIK-EBA.

"Pertanyaannya perbankan gimana, dikomplen. Begitu capital market masuk bukan berarti duit masuk kanton masing-masing tapi dikelola perankan, akan ada multiple effect dari reform ini," tutup dia.


(hps/hps) Next Article OJK: 2018, Likuiditas Ketat Namun Tetap Terjaga

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular