Proyeksi BI Atas Defisit Current Account Bakal Bebani Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 October 2018 11:33
Hati-hati dengan Yield Obligasi
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Dari dalam negeri, ada pula sentimen yang memberatkan rupiah. Masih di sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan transaksi berjalan atau current account Indonesia pada akhir 2019 berada di kisaran 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam dibandingkan akhir 2017 yaitu 2,3% PDB.


 

Transaksi berjalan menggambarkan aliran devisa yang berasal dari ekspor-impor barang dan jasa. Jika defisit, maka artinya lebih banyak devisa yang keluar dibandingkan yang masuk. 

Ini membuat rupiah tidak punya modal untuk menguat. Devisa dari sisi perdagangan seret, dari pasar keuangan juga minim karena investor lebih memilih merapat ke AS. Prospek rupiah pun kian suram.

Investor kemudian cenderung melepas rupiah, karena tidak mau memegang aset yang nilainya berisiko besar untuk turun. Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 164,42 miliar pada pukul 11:08 WIB.

Sementara di pasar obligasi, terjadinya aksi jual ditandai oleh kenaikan imbal hasil (yield) karena harga turun. Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah Indonesia yang menunjukkan kenaikan yield di hampir semua tenor: 

 

Bahkan hari ini terjadi inverted yield di pasar obligasi, yaitu yield tenor pendek lebih tinggi ketimbang tenor lebih panjang. Yield untuk obligasi tenor 25 tahun saat ini lebih tinggi ketimbang 30 tahun. 

Inverted yield adalah sinyal terjadinya tekanan di pasar obligasi. Lebih ekstrem lagi, inverted yield kerap kali dijadikan indikator risiko resesi. Sesuatu yang tentu sangat tidak kita inginkan.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/dru)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular