
Kata Sri Mulyani Soal IMF yang Turunkan Proyeksi PDB Global
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
09 October 2018 13:09

Nusa Dua, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara mengenai keputusan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,9% menjadi 3,7% sepanjang 2018.
Berbicara usai menjadi pembicara dalam sebuah seminar, bendahara negara tak memungkiri, keputusan lembaga keuangan internasional itu memangkas proyeksi pertumbuhan global memang tak terelakkan.
"Tentu IMF sampaikan faktor-fakfor dari sisi demand side maupun supply side. Tapi lingkungan yang kita hadapi sekarang dengan adanya kenaikan suku bunga," kata Sri Mulyani di Courtyard, Nusa Dua Bali, Selasa (9/10/2018).
Lembaga internasional yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), itu memang memperkirakan perekonomian global akan tumbuh 3,7% di tahun ini dan 2019, sama dengan pertumbuhan yang dicatatkan tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi global terbukti tidak seseimbang yang dibayangkan sebelumnya. Bukan saja karena beberapa risiko yang diperkirakan IMF dalam WEO sebelumnya benar-benar terjadi, tetapi juga adanya kemungkinan guncangan baru yang muncul.
Di beberapa negara penting, pertumbuhan ekonomi didorong oleh kebijakan yang tampaknya tidak berkelanjutan (sustainable) dalam jangka panjang, ujar Obstfeld. Keprihatinan ini mendesak para pembuat kebijakan untuk mulai bertindak.
Di Amerika Serikat (AS), misalnya, perang dagang antara Negeri Paman Sam dengan China membuat IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu tahun depan.
AS diperkirakan akan tumbuh 2,9% tahun ini dan 2,5% di 2019 dari 2,7% yang diperkirakan di Juli. China sendiri diproyeksikan menambah produk domestik bruto (PBD) hingga 6,6% tahun ini dan 6,2% di 2019 dari 6,4% yang diperkirakan sebelumnya.
Secara umum, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju tahun 2018 dan 2019 lebih rendah 0,1 poin persentase dibandingkan perkiraan yang dibuat enam bulan lalu.
Lantas, bagaimana dengan pengaruhnya terhadap Indonesia?
"Kalau dengan interest rate, BI merespons. Pasti kita melihat ada pengaruhnya terhadap investasi dan exchange rate. Kami harap impor turun ekspor baik," jelasnya.
"Kalau responsnya lebih cepat harusnya bisa canceling. Tapi kita lihat bagaimana respons industri kita terhadap lingkungan yang kita hadapi," ungkapnya.
(dru) Next Article Waspada, IMF Sebut Dampak Perang Dagang Semakin Nyata
Berbicara usai menjadi pembicara dalam sebuah seminar, bendahara negara tak memungkiri, keputusan lembaga keuangan internasional itu memangkas proyeksi pertumbuhan global memang tak terelakkan.
"Tentu IMF sampaikan faktor-fakfor dari sisi demand side maupun supply side. Tapi lingkungan yang kita hadapi sekarang dengan adanya kenaikan suku bunga," kata Sri Mulyani di Courtyard, Nusa Dua Bali, Selasa (9/10/2018).
![]() |
Lembaga internasional yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), itu memang memperkirakan perekonomian global akan tumbuh 3,7% di tahun ini dan 2019, sama dengan pertumbuhan yang dicatatkan tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi global terbukti tidak seseimbang yang dibayangkan sebelumnya. Bukan saja karena beberapa risiko yang diperkirakan IMF dalam WEO sebelumnya benar-benar terjadi, tetapi juga adanya kemungkinan guncangan baru yang muncul.
Di beberapa negara penting, pertumbuhan ekonomi didorong oleh kebijakan yang tampaknya tidak berkelanjutan (sustainable) dalam jangka panjang, ujar Obstfeld. Keprihatinan ini mendesak para pembuat kebijakan untuk mulai bertindak.
Di Amerika Serikat (AS), misalnya, perang dagang antara Negeri Paman Sam dengan China membuat IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu tahun depan.
AS diperkirakan akan tumbuh 2,9% tahun ini dan 2,5% di 2019 dari 2,7% yang diperkirakan di Juli. China sendiri diproyeksikan menambah produk domestik bruto (PBD) hingga 6,6% tahun ini dan 6,2% di 2019 dari 6,4% yang diperkirakan sebelumnya.
Secara umum, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju tahun 2018 dan 2019 lebih rendah 0,1 poin persentase dibandingkan perkiraan yang dibuat enam bulan lalu.
Lantas, bagaimana dengan pengaruhnya terhadap Indonesia?
"Kalau dengan interest rate, BI merespons. Pasti kita melihat ada pengaruhnya terhadap investasi dan exchange rate. Kami harap impor turun ekspor baik," jelasnya.
"Kalau responsnya lebih cepat harusnya bisa canceling. Tapi kita lihat bagaimana respons industri kita terhadap lingkungan yang kita hadapi," ungkapnya.
(dru) Next Article Waspada, IMF Sebut Dampak Perang Dagang Semakin Nyata
Most Popular