Menguat 3 Hari Beruntun, Harga CPO Tertinggi Dalam 3 Pekan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
04 October 2018 16:57
Harga CPO kontrak Desember bergerak menguat 1,27% ke level MYR 2.227/ton pada perdagangan hari ini Kamis (4/10/2018) hingga pukul 16.27 WIB.
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Desember di Bursa Derivatif Malaysia bergerak menguat 1,27% ke level MYR 2.227/ton pada perdagangan hari ini Kamis (4/10/2018) hingga pukul 16.27 WIB.

Harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia ini melanjutkan sudah menguat secara 3 hari berturut-turut, dan sekarang sudah di posisi tertingginya dalam 3 pekan terakhir, atau sejak pertengahan September 2018.

Sentimen positif masih datang dari penguatan harga sang rival minyak kedelai sebesar 1% lebih pada perdagangan overnight. Selain itu, harga minyak mentah yang menembus level US$80/barel dalam beberapa waktu belakangan juga memberikan suntikan energi positif bagi harga CPO.

Meski demikian, sejumlah sentimen negatif sejatinya menanti harga CPO di depan. Alhasil, penguatan berantai pekan ini diragukan pelaku pasar dapat bertahan lama.



Harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBoT) masih belum berhenti tancap gas. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga komoditas agrikultur unggulan Amerika Serikat (AS) ini menguat 0,54%.

Dengan pergerakan harga minyak kedelai lantas sudah naik selama 3 hari berturut-turut, sekaligus menyentuh level tertingginya dalam 3,5 bulan terakhir, atau sejak 18 Juni 2018.

Faktor yang mendorong penguatan harga minyak kedelai adalah cuaca hujan bukan musiman yang datang mengguyur Negeri Paman Sam. Akibatnya, anomali ini menghambat panen minyak kedelai di sebagian AS wilayah Midwest. Saat pasokan terganggu, maka mau tidak mau harga pun terkerek naik.

Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai naik, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut menguat.

Harga CPO juga mendapatkan sentimen positif dari pergerakan komoditas lainnya, yakni minyak mentah. Harga minyak mentah jenis Brent yang menjadi acuan di Eropa menguat hingga menembus level US$80/barel, untuk pertama kalinya sejak November 2014. Pada perdagangan kemarin, harganya bahkan sudah menembus US$86/barel.

Kenaikan harga sang emas hitam didorong oleh kekhawatiran mengenai sanksi AS terhadap Iran. Waktu jatuhnya sanksi semakin dekat yaitu 4 November. Ketika sanksi ini berlaku, maka Iran akan kesulitan mengekspor minyaknya ke pasar global sehingga pasokan bakal seret.

Kenaikan harga minyak dunia memang cenderung mengerek harga CPO. Biofuel merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia melambung, produksi biofuel menjadi lebih ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen meningkatnya permintaan CPO sebagai bahan baku biofuel.

Kombinasi kedua sentimen positif di atas lantas mampu menjadi bahan bakar melesatnya harga CPO dalam beberapa hari terakhir.

Akan tetapi, ada dua sentimen yang justru dikhawatirkan akan menekan harga CPO ke depannya. Pertama, stok minyak kelapa sawit di Asia Tenggara diprediksikan mencapai rekor tertingginya di Oktober/November, mengutip survei Reuters terhadap sejumlah trader, analis, dan pengusaha perkebunan.

Stok Indonesia memuncak ke angka 5 juta ton, berdasarkan rata-rata dari polling responden. Proyeksinya berada dalam rentang 4,9-5,3 juta ton.

Sedangkan, stok Malaysia diestimasikan naik ke 2,8 juta ton. Bahkan, dikhawatirkan akan naik lebih besar lagi jika permintaan gagal untuk meningkat. Jika estimasi di atas terealisasikan, akan menjadi yang tertinggi sejak November 2015 di kala stok menyentuh angka 2,9 juta ton. Capaian 3 tahun lalu itu merupakan yang tertinggi nyari dalam 2 dekade terakhir.

Kedua, pelemahan nilai tukar rupee India. Sepanjang tahun ini (hingga tanggal 3 Oktober), mata uang Negeri Bollywood telah terdepresiasi sebesar 14,9% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahannya menjadi yang terparah di Benua Asia, seiring harga minyak yang tinggi serta keperkasaan greenback.

Pelemahan rupee, yang menjadi mata uang importir CPO terbesar di dunia, akan membatasi ekspor dari komoditas ini. Penyebabnya, depresiasi rupee akan mengurangi kemampuan impor India.   

(RHG/gus) Next Article 4 Hari Melemah, Harga CPO Mulai Naik Kembali

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular