Dolar AS Dekati Rp 15.100, Rupiah Terlemah Sejak 10 Juli 1998
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 October 2018 08:52

Kalau dolar AS masih kuat memang apa boleh buat. Pada pukul 08:38 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,02%. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah melesat 1,41%.
Hari ini, kisruh di Italia masih menjadi faktor pemicu penguatan greenback. Perkembangan di Italia membuat investor cenderung bermain aman dan memilih dolar AS sebagai sarana investasi utama.
Pemerintah Italia pimpinan Perdana Menteri Giuseppe Conte masih keukeuh mempertahankan rencana anggaran negara 2019 dengan defisit yang cukup besar, yaitu 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal pemerintahan sebelumnya menargetkan defisit anggaran 2019 di 0,8% PDB, turun dari rencana tahun ini yaitu 1,6% PDB.
Namun pemerintahan dan parlemen yang didominasi koalisi kanan-tengah Liga dan Gerakan Bintang Lima ingin menerapkan kebijakan populis. Pemerintah ingin memberikan subsidi lebih besar kepada masyarakat miskin dan pensiunan.
Investor pun cemas Italia bisa kembali ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010. Uni Eropa juga sudah memperingatkan soal risiko itu. Tetapi Roma tetap ngotot, dan bahkan mengancam akan keluar dari Uni Eropa jika terus direcoki.
Risiko besar di Eropa membuat investor masih memilih bermain aman dengan mengoleksi aset-aset safe haven. Dolar AS adalah tujuan utamanya.
Apalagi The Federal Reserve/The Fed masih melontarkan pernyataan-pernyataan bernada optimistis. Dalam pidatonya di Boston, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan prospek perekonomian Negeri Paman Sam sangat positif.
Angka pengangguran AS saat ini di bawah 4% dan bisa bertahan rendah setidaknya dalam 2 tahun ke depan. Laju inflasi pun terakselerasi secara moderat, artinya ada geliat konsumsi tetapi tidak sampai menggerogoti pendapatan secara berlebihan. Inflasi masih sehat bagi perekonomian.
"Ini adalah pertanda bahwa kita sedang menjalani saat-saat yang luar biasa. Rumah tangga membaik, dan dunia usaha tidak perlu lagi mengkhawatirkan inflasi yang tinggi," tutur Powell, mengutip Reuters.
Pernyataan Powell semakin mempertegas arah kebijakan The Fed, yaitu bias ketat. Kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun ini sepertinya semakin tidak terhindarkan.
Tanpa kenaikan suku bunga acuan, ekonomi AS akan bergerak liar. Permintaan akan tumbuh tanpa batas sehingga sulit dipenuhi penawaran. Hasilnya adalah inflasi tinggi yang tidak perlu, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Meski tujuannya adalah mengerem permintaan agar perekonomian tidak overheating, kenaikan suku bunga acuan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menarik. Imbalan investasi akan ikut terkerek sehingga arus modal akan terus bergerombol masuk ke Negeri Adidaya. Hasilnya jelas, dolar AS akan terus menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Hari ini, kisruh di Italia masih menjadi faktor pemicu penguatan greenback. Perkembangan di Italia membuat investor cenderung bermain aman dan memilih dolar AS sebagai sarana investasi utama.
Pemerintah Italia pimpinan Perdana Menteri Giuseppe Conte masih keukeuh mempertahankan rencana anggaran negara 2019 dengan defisit yang cukup besar, yaitu 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal pemerintahan sebelumnya menargetkan defisit anggaran 2019 di 0,8% PDB, turun dari rencana tahun ini yaitu 1,6% PDB.
Investor pun cemas Italia bisa kembali ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010. Uni Eropa juga sudah memperingatkan soal risiko itu. Tetapi Roma tetap ngotot, dan bahkan mengancam akan keluar dari Uni Eropa jika terus direcoki.
Risiko besar di Eropa membuat investor masih memilih bermain aman dengan mengoleksi aset-aset safe haven. Dolar AS adalah tujuan utamanya.
Apalagi The Federal Reserve/The Fed masih melontarkan pernyataan-pernyataan bernada optimistis. Dalam pidatonya di Boston, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan prospek perekonomian Negeri Paman Sam sangat positif.
Angka pengangguran AS saat ini di bawah 4% dan bisa bertahan rendah setidaknya dalam 2 tahun ke depan. Laju inflasi pun terakselerasi secara moderat, artinya ada geliat konsumsi tetapi tidak sampai menggerogoti pendapatan secara berlebihan. Inflasi masih sehat bagi perekonomian.
"Ini adalah pertanda bahwa kita sedang menjalani saat-saat yang luar biasa. Rumah tangga membaik, dan dunia usaha tidak perlu lagi mengkhawatirkan inflasi yang tinggi," tutur Powell, mengutip Reuters.
Pernyataan Powell semakin mempertegas arah kebijakan The Fed, yaitu bias ketat. Kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun ini sepertinya semakin tidak terhindarkan.
Tanpa kenaikan suku bunga acuan, ekonomi AS akan bergerak liar. Permintaan akan tumbuh tanpa batas sehingga sulit dipenuhi penawaran. Hasilnya adalah inflasi tinggi yang tidak perlu, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Meski tujuannya adalah mengerem permintaan agar perekonomian tidak overheating, kenaikan suku bunga acuan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menarik. Imbalan investasi akan ikut terkerek sehingga arus modal akan terus bergerombol masuk ke Negeri Adidaya. Hasilnya jelas, dolar AS akan terus menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular