Newsletter

Dolar AS Masih Ogah Melemah

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 October 2018 06:20
Dolar AS Masih Ogah Melemah
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,16% pada perdagangan kemarin. Pergerakan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama Benua Kuning yang juga ditransaksikan di zona merah. Indeks Strait Times turun 0,39%, indeks Hang Seng anjlok 2,38%, dan indeks Kospi melemah 1,25%. 

Pelemahan IHSG juga bergerak beriringan dengan nila tukar rupiah yang menembus level Rp 15.000/US$. Hingga penutupan perdagangan, rupiah diperdagangkan melemah 0,91% dan berada di titik terendahnya sejak Juli 1998. 

Dolar AS memang berada dalam posisi yang relatif perkasa, ditunjukkan oleh Dollar Index yang menguat 0,4% hingga akhir perdagangan pasar keuangan Indonesia. Memegang dolar AS menjadi menguntungkan karena The Federal Reserve/The Fed masih dalam mode pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan.  
Setelah menaikkan suku bunga acuan pekan lalu, The Fed kemungkinan besar kembali melakukan kebijakan serupa pada akhir tahun. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, peluang The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin pada rapat 19 Desember sudah mencapai 80,5%.  

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di AS menjadi menguntungkan karena imbalan bakal ikut terkerek, terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Arus modal pun berkerumun di sekitar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam. 

Ditopang derasnya arus modal masuk, penguatan dolar AS pun tak terbendung. Akibatnya berbagai mata uang dunia melemah, dan rupiah tidak terkecuali. 

Dolar AS juga menguat lantaran kegaduhan di Italia. Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan sebaiknya Italia membatalkan rencana pengesahan anggaran 2019 dengan defisit 2,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).  

Menurut Juncker, Italia semestinya melakukan disiplin fiskal. Jangan sampai anggaran yang terlalu ekspansif menyebabkan krisis fiskal seperti yang terjadi pada 2009-2010.  

"Italia menjauhkan diri dari target yang telah disusun bersama oleh Uni Eropa. Saya tidak ingin, tetapi setelah pengalaman menyelesaikan krisis di Yunani, kita bisa-bisa mengalami hal yang sama di Italia. Satu krisis sudah cukup dan kita harus mencegah itu. Kalau sampai Italia mendapat penanganan khusus, bisa-bisa itu menjadi akhir dari euro," jelas Juncker, mengutip Reuters.  

Namun Roma justru panas dengan kritik Uni Eropa. Bahkan kemudian terlontar ide untuk keluar dari Uni Eropa dan menanggalkan mata uang euro.  

"Saya sangat yakin Italia bisa memecahkan sebagian besar masalahnya jika memiliki mata uang sendiri," tegas Claudio Borghi, Ketua Tim Ekonomi Liga, dikutip dari Reuters. Liga, bersama Gerakan Bintang Lima, adalah koalisi dominan di parlemen Negeri Pizza. 

Dari Wall Street, tiga indeks saham utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,46%, tetapi S&P 500 melemah 0,04% dan Nasdaq Composite berkurang 0,22%. 

DJIA berhasil finis di jalur hijau karena banyak berisi saham-saham industri (namanya saja industrial). Emiten-emiten sektor industri tengah bungah karena tercapainya kerangka baru NAFTA antara AS-Meksiko-Kanada.  

Harga saham Boeing melesat 1,07%, Caterpillar lompat 1,67%, dan 3M melaju 1,66%. Ada harapan ekspor mereka ke negara-negara tetangga meningkat seiring tercapainya NAFTA versi baru. 

Sementara S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi karena saham Facebook yang anjlok 1,91%. Penyebabnya adalah pernyataan sang bos Mark Zuckerberg dalam conference call dengan para jurnalis, yang menyebut bahwa kasus pembobolan identitas pengguna yang melanda media sosial ini merupakan kesalahan fatal. 

Awal tahun ini, hampir 50 juta akun pengguna Facebook diretas. Ini merupakan kasus besar yang mempertaruhkan nama baik Facebook. 

Akibat kejatuhan saham Facebook, saham emiten teknologi pun terkena getahnya. Saham Twitter turun 0,42%, Amazon amblas 1,65%, Netflix ambrol 1,12%, dan Alphabet (induk usaha Google) minus 0,07%. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tenu kinerja Wall Street yang variatif cenderung lemah. Perkembangan ini dikhawatirkan menular ke Asia, termasuk IHSG. 

Kedua adalah nilai tukar dolar AS. Kemarin, rupiah melemah cukup dalam sehingga menyeret IHSG ke zona merah, semua karena dolar AS yang terlalu perkasa. 

Celakanya, dolar AS masih digdaya sampai pagi ini. Pada pukul 05:38 WIB, Dollar Index menguat 0,19%. Ini membuat Dollar Index sudah melesat 1,43% dalam sepekan terakhir. 

Kisruh di Italia masih menjadi faktor pemicu penguatan greenback. Perkembangan di Italia membuat investor cenderung bermain aman dan memilih dolar AS sebagai sarana investasi utama. 

Akibatnya, kemungkinan rupiah untuk kembali tertekan hari ini cukup terbuka. Dolar AS kini sudah menembus kisaran Rp 15.000/US$, dan sayangnya penguatan greenback tidak berhenti sampai di situ. 

Apalagi The Fed masih melontarkan pernyataan-pernyataan bernada optimistis. Dalam pidatonya di Boston, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan prospek perekonomian Negeri Paman Sam sangat positif. 

Angka pengangguran AS saat ini di bawah 4% dan bisa bertahan rendah setidaknya dalam 2 tahun ke depan. Laju inflasi pun terakselerasi secara moderat, artinya ada geliat konsumsi tetapi tidak sampai menggerogoti pendapatan secara berlebihan. Inflasi masih sehat bagi perekonomian. 

"Ini adalah pertanda bahwa kita sedang menjalani saat-saat yang luar biasa. Rumah tangga membaik, dan dunia usaha tidak perlu lagi mengkhawatirkan inflasi yang tinggi," tutur Powell, mengutip Reuters. 

Pernyataan Powell semakin mempertegas arah kebijakan The Fed, yaitu bias ketat. Kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun ini sepertinya semakin tidak terhindarkan.  
Tanpa kenaikan suku bunga acuan, ekonomi AS akan bergerak liar. Permintaan akan tumbuh tanpa batas sehingga sulit dipenuhi penawaran. Hasilnya adalah inflasi tinggi yang tidak perlu, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. 

Meski tujuannya adalah mengerem permintaan agar perekonomian tidak overheating, kenaikan suku bunga acuan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menarik. Imbalan investasi akan ikut terkerek sehingga arus modal akan terus bergerombol masuk ke Negeri Adidaya. Hasilnya jelas, dolar AS akan terus menguat. 

Sentimen ketiga adalah harga minyak, yang terkoreksi setelah menjalani reli berhari-hari. Pada pukul 05:55 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,4% sementara light sweet terkoreksi 0,07%. 

Kenaikan harga minyak yang terjadi selama nyaris sepekan terakhir membuat investor mulai ngiler untuk mencairkan keuntungan. Aksi ambil untung terjadi, dan membuat harga minyak turun dari level tertingginya sejak 2014. 

Selain itu, pelaku pasar memperkirakan cadangan minyak AS akan naik sehingga bisa menstabilkan pasokan dan kemudian harga. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan cadangan minyak AS pekan lalu naik 2 juta barel. 

Namun koreksi harga minyak relatif terbatas, karena masih ada kekhawatiran mengenai sanksi AS terhadap Iran. Waktu jatuhnya sanksi semakin dekat yaitu 4 November. Ketika sanksi ini berlaku, maka Iran akan kesulitan mengekspor minyaknya ke pasar global sehingga pasokan bakal seret. 

Data Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) menyebutkan bahwa produksi Iran mencapai 3,87 juta barel/hari, dan ekspornya adalah 2,12 juta barel/hari. Jumlah itu bisa hilang saat Teheran terkena sanksi. 

Survei yang dilakukan Reuters menyebutkan produksi minyak anggota OPEC sebesar 32,85 juta barel/hari pada September. Hanya naik 90 juta barel/hari dibandingkan bulan sebelumnya. Pasokan minyak Iran yang mulai terbatas dan bisa sirna pada November nanti membuat produksi OPEC ikut melambat. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Pidato Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin (19:05 WIB).
  • Rilis data perubahan lapangan kerja non-pertanian AS versi ADP periode September 2018 (19:15 WIB).
  • Rilis data indeks PMI sektor non-manufaktur AS periode September 2018 (21:00 WIB).
  • Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga tanggal 28 September 2018 (21:30 WIB).

Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Nirvana Development Tbk (NIRO)RUPSLB10:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2018 YoY)5.27%
Inflasi (Agustus 2018 YoY)3.20%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (Agustus 2018)US$ 117.9 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular