
Investor 'Menghukum' Italia

Semua ini karena akhir pekan lalu pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte mengajukan rencana anggaran 2019, di mana defisit fiskal diperkirakan mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih tinggi dibandingkan target tahun ini yaitu 1,6% PDB. Tidak hanya untuk 2019, defisit sebesar itu akan bertahan hingga 2021.
Padahal, pemerintahan sebelumnya menargetkan defisit anggaran 2019 ada di kisaran 0,8% PDB. Bahkan pada 2020 pemerintah ingin memiliki anggaran seimbang (balance budget). Pelaku pasar grogi karena teringat pada kejadian 2009-2010, di mana Italia mengalami krisis fiskal akibat anggaran negara yang terlalu agresif. Meski reda, tetapi risiko utang Italia masih tinggi karena rasio utang pemerintah yang mencapai 131,8% PDB pada akhir 2017.
Sewindu lalu, krisis fiskal di Italia menjadi sentimen negatif di pasar keuangan global. Oleh karena itu, investor cemas risiko yang sama akan kembali terulang.
Sikap cemas ini diwujudkan dengan melepas aset-aset di Italia, apalagi surat utang, karena risiko gagal bayar (default) akan meningkat jika utang pemerintah kian menggunung. Kalau ini terus terjadi, bukan tidak mungkin kondisi sewindu lalu akan terjadi lagi.
Melihat risiko di besar di Benua Biru, investor bermain aman dan mengalihkan dana ke aset-aset safe haven. Pilihan utama pelaku pasar adalah dolar AS, sehingga mata uang Negeri Adidaya kian menguat.
Pada pukul 15:08 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) masih menguat 0,06%. Dollar Index terus menguat sejak akhir pekan lalu, utamanya karena prahara di Italia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)