
Deflasi Jauh Lebih Parah dari Estimasi, IHSG Melemah 0,4%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 October 2018 12:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,4% hingga akhir sesi 1 ke level 5.952,4. Performa IHSG berbanding terbalik dengan bursa saham utama kawasan Asia yang menghijau: indeks Nikkei naik 0,49% dan indeks Strait Times naik 0,28%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong diliburkan seiring dengan peringatan National Day.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 2,84 triliun dengan volume sebanyak 5,41 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 175.048 kali.
Dari sisi eskternal, sejatinya ada sejumlah sentimen positif. Di kawasan regional, pada hari Jumat (28/9/2018) tingkat pengangguran di Jepang periode Agustus diumumkan sebesar 2,4%, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 2,5%.
(roy) Next Article Sektor Keuangan Kuasai 35% Pasar Modal RI, Teknologi Cuma 4%
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 2,84 triliun dengan volume sebanyak 5,41 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 175.048 kali.
Dari sisi eskternal, sejatinya ada sejumlah sentimen positif. Di kawasan regional, pada hari Jumat (28/9/2018) tingkat pengangguran di Jepang periode Agustus diumumkan sebesar 2,4%, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 2,5%.
Di Singapura, penyaluran kredit perbankan membaik menjadi SGD 669,9 miliar pada bulan Agustus, dari yang sebelumnya SGD 667,5 miliar pada bulan Juli. Capaian pada bulan Juli tersebut merupakan yang terendah dalam 4 bulan. Penyaluran kredit kepada sektor bisnis naik menjadi SGD 404,7 miliar, dari yang sebelumnya SGD 402,5 miliar.
Sementara itu, penyaluran kredit kepada konsumen naik menjadi SGD 265,2 miliar, dari yang sebelumnya SGD 265,1 miliar. Lebih lanjut, AS dan Kanada pada akhirnya berhasil menyepakati kerangka baru dari North American Free Trade Agreement (NAFTA), menurut pejabat senior pemerintahan AS, seperti diberitakan oleh CNBC International.
Sementara itu, penyaluran kredit kepada konsumen naik menjadi SGD 265,2 miliar, dari yang sebelumnya SGD 265,1 miliar. Lebih lanjut, AS dan Kanada pada akhirnya berhasil menyepakati kerangka baru dari North American Free Trade Agreement (NAFTA), menurut pejabat senior pemerintahan AS, seperti diberitakan oleh CNBC International.
Menurut pejabat tersebut, kerangka NAFTA yang baru telah dinamai USMCA atau the United States-Mexico-Canada Agreement. Rencananya, para pimpinan negara akan menandatangani perjanjian tersebut sebelum akhir November dan setelahnya akan diserahkan ke Kongres.
Salah satu hal yang berhasil disetujui adalah Kanada akan membuka pasar yang lebih luas bagi produk susu (dairy) asal AS, serta pembatasan ekspor mobil pabrikan Kanada ke AS. "Ini adalah sungguhan, dan ini akan mengubah hidup masyarakat, dan ini akan membuat perekonomian AS lebih kuat dan lebih baik," kata sumber tersebut kepada CNBC International.
Sebagai informasi, Kanada merupakan mitra dagang terbesar kedua AS. Dengan terjalinnya kesepakatan antar kedua pihak, hubungan dagang kedua negara dipastikan tak akan terganggu sehingga laju perekonomian dunia juga tidak terancam.
Sayangnya, bursa saham Indonesia tak bisa memanfaatkan momentum lantaran rilis data ekonomi yang mengecewakan. Pada pagi ini, Nikkei Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 50,7, lebih rendah dari capaian bulan Agustus yang sebesar 51,9.
Sebagai informasi, data di atas 50 menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara data di bawah 50 menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami kontraksi.
Pada bulan September, aktivitas manufaktur Indonesia memang masih mencatatkan ekspansi, namun tak sekencang ekspansi pada bulan Agustus. Kemudian menjelang akhir sesi 1, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan September telah terjadi deflasi sebesar 0,18% MoM, jauh lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,02% MoM.
Deflasi yang cukup dalam ini mengindikasikan lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia sepanjang bulan lalu. Akibatnya, saham-saham sektor barang konsumsi gencar dilepas investor dan menyebabkan indeks sektoralnya melemah 1,2%.
Saham-saham barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Indofarma Tbk/INAF (-17,29%), PT Kimia Farma Tbk/KAEF (-3,53%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,56%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,44%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,07%). Sisi positifnya, terlepas dari sentimen negatif yang ada, investor asing membukukan beli bersih sebesar Rp 115,6 miliar.
Saham-saham yang paling banyak dikoleksi investor asing adalah: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 48,8 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 42,7 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 21,6 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 13,9 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 7,8 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
Salah satu hal yang berhasil disetujui adalah Kanada akan membuka pasar yang lebih luas bagi produk susu (dairy) asal AS, serta pembatasan ekspor mobil pabrikan Kanada ke AS. "Ini adalah sungguhan, dan ini akan mengubah hidup masyarakat, dan ini akan membuat perekonomian AS lebih kuat dan lebih baik," kata sumber tersebut kepada CNBC International.
Sebagai informasi, Kanada merupakan mitra dagang terbesar kedua AS. Dengan terjalinnya kesepakatan antar kedua pihak, hubungan dagang kedua negara dipastikan tak akan terganggu sehingga laju perekonomian dunia juga tidak terancam.
Sayangnya, bursa saham Indonesia tak bisa memanfaatkan momentum lantaran rilis data ekonomi yang mengecewakan. Pada pagi ini, Nikkei Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 50,7, lebih rendah dari capaian bulan Agustus yang sebesar 51,9.
Sebagai informasi, data di atas 50 menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara data di bawah 50 menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami kontraksi.
Pada bulan September, aktivitas manufaktur Indonesia memang masih mencatatkan ekspansi, namun tak sekencang ekspansi pada bulan Agustus. Kemudian menjelang akhir sesi 1, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan September telah terjadi deflasi sebesar 0,18% MoM, jauh lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,02% MoM.
Deflasi yang cukup dalam ini mengindikasikan lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia sepanjang bulan lalu. Akibatnya, saham-saham sektor barang konsumsi gencar dilepas investor dan menyebabkan indeks sektoralnya melemah 1,2%.
Saham-saham barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Indofarma Tbk/INAF (-17,29%), PT Kimia Farma Tbk/KAEF (-3,53%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,56%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,44%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,07%). Sisi positifnya, terlepas dari sentimen negatif yang ada, investor asing membukukan beli bersih sebesar Rp 115,6 miliar.
Saham-saham yang paling banyak dikoleksi investor asing adalah: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 48,8 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 42,7 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 21,6 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 13,9 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 7,8 miliar).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy) Next Article Sektor Keuangan Kuasai 35% Pasar Modal RI, Teknologi Cuma 4%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular