OJK: Kasus SNP Finance Coreng Wajah Perbankan RI

Roy Franedya, CNBC Indonesia
26 September 2018 16:18
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dalam kasus kredit macet SNP Finance sebesar Rp 4,07 triliun perbankan menjadi korban.
Foto: OJK (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dalam kasus kredit macet SNP Finance sebesar Rp 4,07 triliun perbankan menjadi korban. SNP Finance punya tunggakan kredit macet pada 14 Bank.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III, Slamet Edy Purnomo mengatakan kredit yang diberikan Bank Mandiri merupakan joint financing. Dalam hal ini bank menyalurkan kredit pada lembaga dan SNP Finance yang meneruskannya kepada pengguna.

Untuk mendapatkan kredit ini, Ditunjuk auditor publik untuk memeriksa laporan keuangan. Deloitte yang jadi auditor menyatakan kondisi keuangan SNP Finance.
OJK: Kasus SNP Finance Coreng Wajah Perbankan RIFoto: ist

Hasil audit Deloitte dipercaya oleh perbankan karena akuntan publik ini merupakan auditor internasional dengan standar yang tinggi.

"Tetapi kemudian auditnya tidak menunjukkan yang sebenarnya. Sudah ada dokter di sana masa diperiksa dokter lain," jelas Slamet di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Slamet mengatakan kasus SNP Finance bisa mencoreng reputasi perbankan. Padahal selama ini perbankan sudah sangat prudent. "Bank yang terkena masalah SNP Finance sebenarnya bank yang bagus. Bank Mandiri, BCA dan Bank Panin merupakan bank yang punya manajemen risiko bagus," jelas Slamet.

Slamet mengatakan untuk auditor, OJK sudah meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjatuhkan sanksi karena hasil audit yang tidak akurat.

"KAP melakukan verifikasi angka dan neraca sementara perbankan melakukan (pendekatan) risk based," tambah Slamet.

Slamet mengatakan kasus SNP Finance bisa berdampak negatif pada perusahaan multifinance. Bank akan semakin memperketat pemberian pinjaman kepada multifinance.

Padahal multifinance hanya memiliki dua cara mendapatkan pendanaan. Yakni, menerbitkan surat utang atau pinjaman perbankan. Mayoritas sumber dana multifinance berasal dari perbankan.

"Industri multifinance bisa kesulitan dapat pendanaan dari bank atau bunga yang diberikan bank lebih mahal sehingga mempengaruhi industri," ujar Slamet.

Bila kondisi ini terjadi, lanjut Slamet, nasabah bisa pindah ke Fintech. Perusahaan teknologi ini belum memiliki diatur secara ketat.

"Multifinance harus berbenah. Bank bisa saja lebih memprioritaskan pinjaman ke anak usaha multifinance karena risiko lebih terjaga dan hasilnya bisa memperkuat keuangan bank," jelas Slamet.
(dru) Next Article Ekonom: Konsolidasi Bank Untuk Memperkuat Permodalan

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular