Stok China Turun, Harga Batu Bara Naik di Awal Pekan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
25 September 2018 12:06
Harga batu bara Newcastle kontrak acuan menguat 0,26% ke US$113,75/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Senin (24/9/2018).
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle kontrak acuan menguat 0,26% ke US$113,75/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Senin (24/9/2018).

Harga si batu hitam mampu sedikit rebound pasca tertekan di sepanjang pekan lalu. Seminggu terakhir, harga batu bara terkoreksi hingga 1,7%. Harga komoditas energi ini bahkan sempat menyentuh level terendahnya dalam 3,5 bulan atau sejak 6 Juni 2018, pada perdagangan hari Kamis (20/9/2018).

BACA: Harga Batu Bara Merosot 1,7% Sepanjang Pekan Lalu

Sentimen positif bagi harga batu bara kemarin datang dari turunnya cadangan batu bara di sejumlah pembangkit listrik di China.



Pekan lalu, harga batu bara tertekan oleh persepsi penurunan konsumsi batu bara di China semakin nyata memasuki bulan September 2018, seiring berlalunya puncak musim panas di wilayah Bumi Belahan Utara (BBU).

Terlebih, sentimen menipisnya permintaan batu bara tidak hanya dari Beijing. Mengutip data Global Ports, impor batu bara Jepang turun 1,55 juta ton secara mingguan (week-to-week/WtW) dalam sepekan hingga tanggal 14 September. Level itu menjadi yang terendah sejak April 2017.

Tidak hanya di Negeri Sakura, impor batu bara Korea Selatan dan India juga turun masing-masing sebesar 1,69 juta ton dan 2,56 juta ton secara mingguan, di periode yang sama. Lesunya permintaan komoditas ini lantas sukses menekan harga batu bara sepekan lalu.

Meski demikian, mengutip data teranyar dari China Coal Resource, cadangan batu bara di 6 pembangkit listrik utama China turun sebesar 3,7% WtW ke 14,83 juta ton, per hari Jumat (21/9/2018). Penurunan sebesar itu merupakan yang terbesar sejak akhir April 2018.

Berlangsungnya inspeksi lingkungan di sejumlah sentra produksi tambang di Negeri Tirai Bambu nampaknya masih membatasi pasokan batu bara domestik. Sentimen berkurangnya cadangan di negara importir batu bara terbesar dunia ini lantas menjadi sentimen permintaan impor masih akan tinggi. Alhasil, harga pun terkerek naik.

Faktor lainnya yang menopang harga batu bara adalah produsen dan kontraktor batu bara utama di Indonesia yang dikabarkan kesulitan dalam mengkaji tambahan peralatan tambang, menurut analis Wood Mackenzie Shirley Zang. "Kenaikan untuk ekspor batu bara Indonesia dari levelnya sekarang cukup terbatas," ujarnya, seperti dilansir dari Bloomberg News.

Hal serupa juga disampaikan oleh kepala Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA) Pandu Sjahrir, bahwa produsen RI kini menghadapi backlog pemesanan 18 bulan, seiring mereka belum bisa mendapatkan peralatan tambang tambahan.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia telah menyetujui penambahan kuota eskpor batu bara hingga 100 juta ton, sampai akhir tahun ini. Meski demikian, terhambatnya pasokan nampaknya belum akan mampu melambungkan ekspor batu bara RI seperti yang diharapkan.

Pada CNBC Indonesia, Pandu Sjahrir pernah mengatakan bahwa porsi penjualan Indonesia di pasar internasional hampir meraup pangsa pasar sebesar 20%, atau setara dengan 85 juta ton. Oleh karena itu, sentimen terhambatnya pasokan dari RI akhirnya memberikan sentimen tambahan bagi kenaikan harga.  

(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular