Bursa Saham Dunia Siap Balik Arah? Simak Penjelasannya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 September 2018 18:02
Ribut-ribut AS-China Kian Sulit Diselesaikan
Foto: Bendera AS dan China ditempatkan untuk pertemuan di Departemen Pertanian di Beijing, China. REUTERS/Jason Lee/File Photo
Risiko pertama datang dari perang dagang AS-China. Seperti yang kita ketahui bersama, pada 18 September Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk mengenakan bea masuk baru senilai 10% terhadap berbagai produk China senilai US$ 200 miliar (Rp 2.978 triliun) dan mulai berlaku pada hari ini. Bea masuk tersebut kemudian akan naik menjadi 25% pada akhir tahun.

Kebijakan ini lantas dibalas oleh China dengan mengumumkan pembebanan bea masuk baru senilai 10% untuk importasi produk buatan AS senilai US$ 60 miliar, juga efektif pada 24 September.

Namun, pada perdagangan-perdagangan sebelumnya investor nampak lebih memilih untuk melihat sisi positif dari ronde terbaru perang dagang AS-China. Sikap Trump yang tak langsung mengenakan bea masuk senilai 25% memberikan persepsi bahwa pihak AS terus mencoba untuk membuka ruang negosiasi dengan China. Kemudian, aksi balasan dari China hanya menyasar barang-barang impor AS senilai US$ 60 miliar, jauh lebih kecil dari yang disasar oleh AS. Ini juga menandakan bahwa China masih memiliki etikat baik untuk menyelesaikan perang dagang yang terjadi.

Memang, pada 13 September Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengonfirmasi bahwa Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin sudah mengirimkan undangan kepada pejabat-pejabat senior China guna merancang sebuah negosiasi dagang.

Kini, perkembangannya sangat tidak mengenakan; China telah resmi membatalkan rencana dialog perdagangan dengan AS. The Wall Street Journal melaporkan pada hari Jumat (21/9/2018) bahwa kubu China menolak proposal dari AS untuk mengirimkan dua orang delegasinya ke Washington, seperti dikutip dari CNBC International. Sikap Trump yang tetap kekeh untuk menargetkan importasi produk asal China senilai US$ 200 miliar kemungkinan menjadi alasannya.

Pembatalan negosiasi dagang ini tak bisa dianggap sepele. Pasalnya, jika salah satu dari kedua negara ini mengalah nantinya, pihak lainnya akan memiliki upper-hand dalam perundingan yang dilakukan. Jika AS mengalahkan dengan membatalkan pengenaan bea masuknya, hal ini akan dianggap oleh pihak China bahwa AS lebih membutuhkan relasi dagang dengannya. Sebaliknya, jika China yang mengalah dengan mengikuti sebagian tuntutan AS, maka AS kemungkinan besar akan mengeksploitasinya guna membuat China memenuhi seluruh tuntutannya.

Bisa jadi, negosiasi dagang antar kedua tak akan terjadi dalam waktu dekat. Sementara itu, bea masuk yang mulai efektif berlaku hari ini, terutama dari pihak AS (US$ 200 miliar), dipastikan akan menyakiti perekonomian AS dan China.

(ank/hps)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular