Perang Dagang Bikin Rupiah Jadi Terlemah Ketiga di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 September 2018 16:44
Perang Dagang Bikin Rupiah Jadi Terlemah Ketiga di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan awal pekan ini. Rupiah dan mata uang Asia lainnya tersapu ombak penguatan dolar AS yang berlangsung secara global.  

Pada Senin (24/9/2018), US$ 1 berada dii Rp 14.860 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,3% dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu. 

Saat pembukaan pasar spot, rupiah sudah melemah tetapi hanya 0,06%. Selepas itu, depresiasi rupiah semakin dalam meski tidak sampai ke kisaran Rp 14.900/US$. 

Posisi terkuat rupiah pada perdagangan hari ini ada di Rp 14.825/US$ yaitu saat pembukaan pasar. Sedangkan terlemahnya adalah Rp 14.878/US$. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Mata uang Asia tidak ada yang selamat dari amukan dolar AS. Depresiasi terdalam dialami oleh rupee India, disusul won Korea Selatan. Rupiah mengakhiri hari dengan menjadi mata uang terlemah ketiga di Benua Kuning. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:05 WIB: 

 

Dolar AS masih betah di jalur pendakian. Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,1% pada pukul 16:09 WIB. Sepanjang hari ini, Dollar Index tidak pernah menyentuh zona merah, selalu menguat meski dalam kisaran terbatas. 

Investor dibuat grogi karena memanasnya hubungan AS-China, terutama di bidang perdagangan. Hari ini, kedua negara resmi menerapkan bea masuk baru yang memulai perang dagang babak ke sekian antara Washington dan Beijing.

 
China kali ini lebih galak dalam melancarkan serangan. Dewan Negara China merilis buku putih yang merangkum friksi dagang dengan AS. Dalam dokumen tersebut, China sebenarnya ingin menyelesaikan perselisihan dengan AS, tetapi Gedung Putih terus-menerus menantang. Hasilnya adalah friksi yang semakin meruncing. 

Bahkan China menuding AS melakukan penindasan dagang (trade bullyism). AS dinilai mengancam negara-negara lain dengan bea masuk untuk mendapatkan keinginannya. 


Dinamika perang dagang yang makin panas membuat China enggan berdialog dengan AS. Awalnya, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Wakil Perdana Menteri China Liu He direncanakan bertemu di Washington untuk membahas isu-isu perdagangan. Namun China memutuskan mundur dari rencana ini karena AS menetapkan bea masuk baru. 

Tidak adanya titik terang untuk menyelesaikan perang dagang membuat investor cemas. Sebab, perang dagang berpotensi menghambat arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. 

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 sebesar 3,1%. Melambat dibandingkan tahun ini yang diperkirakan 3,3%. Penyebab perlambatan ini adalah perang dagang AS vs China yang mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global. 


Oleh karena itu, tidak heran pelaku pasar memasang mode risk-on. Melihat risiko yang sangat besar, investor memilih bermain aman dengan melepas aset-aset berisiko dan masuk ke aset aman (safe haven). Perilaku flight to quality ini membuat mata uang negara-negara Asia tertekan, termasuk rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular