Beijing-Washington Memanas, Harga Emas Dunia Tertekan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
24 September 2018 11:26
Harga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 terkoreksi tipis sebesar 0,01% pada perdagangan hari ini Senin (24/9/2018) hingga pukul 11.00
Foto: REUTERS/Issei Kato
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga emas COMEX kontrak pengiriman Desember 2018 terkoreksi tipis sebesar 0,01% ke US$1.201,2/troy ounce, pada perdagangan hari ini Senin (24/9/2018) hingga pukul 11.00 WIB.

Dengan pergerakan tersebut, harga sang logam mulia melanjutkan pelemahan sebesar 0,83% pada akhir pekan lalu. Akibat petaka di akhir pekan tersebut, performa mingguan harga emas hanya mampu mencatatkan kenaikan tipis 0,02% di sepanjang pekan lalu.

Meski demikian, pencapaian itu patut disyukuri. Pasalnya, performa mingguan yang positif tersebut menjadi yang pertama kalinya setelah 4 pekan sebelumnya selalu berakhir negatif.

Sayangnya, hari ini harga emas harus kembali tertekan. Energi negatif bagi pergerakan harga hari ini datang dari dolar Amerika Serikat (AS) yang balik menguat merespons perang dagang AS-China yang makin panas.

Selain itu, greenback juga mendapatkan kekuatan jelang rapat kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed.



Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,06% pada pukul 11:00 WIB. Sejak pagi tadi, Dollar Index tidak pernah menyentuh zona merah.

Faktor eksternal dan internal mendukung penguatan greenback. Dari luar, harapan damai dagang AS-China luluh karena Beijing telah menolak undangan pertemuan dari Washington. Padahal pelaku pasar berharap pertemuan ini jadi dilakukan dan bisa menurunkan tensi ketegangan dua raksasa ekonomi dunia itu.

Hari ini, China resmi mengenakan bea masuk bagi impor produk AS senilai US$60 miliar. AS juga akan membebankan bea masuk bagi impor produk China senilai US$200 miliar pada pukul 00:01 waktu setempat.

Tidak hanya soal perdagangan, hubungan Washington-Beijing juga memanas di sektor pertahanan. AS menjatuhkan sanksi kepada militer China karena membeli pesawat tempur dari Rusia.

Akibat ketegangan ini, China memanggil duta besar AS di Beijing untuk memberikan klarifikasi. China juga memanggil pulang Kepala Staff Angkatan Laut Shen Jinlong yang awalnya akan merapat ke AS untuk melakukan pembicaraan dengan petinggi militer Pentagon.

Kementerian Pertahanan China mengecam sanksi AS karena pembelian pesawat dari Rusia hanya hubungan biasa, dan Washington tidak berhak untuk ikut campur.

Panasnya hubungan AS-China di berbagai lini memaksa pelaku pasar untuk bermain aman. Tujuan investor adalah aset-aset aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Arus modal yang berkerumun di sekitar dolar AS membuat mata uang ini terus menguat. 

Sementara dari dalam negeri, penguatan dolar AS didukung oleh semakin dekatnya rapat The Fed, yang akan datang pada 26 September. Dalam rapat ini, pelaku pasar memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuan minimal 25 basis poin (bps). Menurut CME Fedwatch, probabilitas untuk kenaikan 25 bps adalah 92%.

Investor juga perlu waspada karena kemungkinan untuk kenaikan 50 bps semakin besar, yaitu mencapai 8%. Praktis sudah tidak ada ruang bagi The Fed untuk menahan suku bunga acuan di 1,75-2%.

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi, khususnya di instrumen berpendapatan tetap. Akibatnya, arus modal akan kembali berkerumun di dekat Negeri Paman Sam dan bila ini terjadi, maka penguatan dolar AS adalah sebuah keniscayaan.

Seperti diketahui, aset berdenominasi dolar AS seperti emas akan sensitif terhadap pergerakan mata uang Negeri Adidaya. Terapresiasinya dolar AS akan membuat emas relatif lebih mahal, sehingga mampu menggerus permintaan sang logam mulia. Persepsi penurunan permintaan akhirnya diterjemahkan ke koreksi harga.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)

(RHG/wed) Next Article China Serang AS Via WTO, Harga Emas Terendah Dalam 2 Pekan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular