Rupiah Sepekan: Dari Neraca Dagang ke Crazy Rich Surabayan

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
22 September 2018 06:56
Rupiah Sepekan: Dari Neraca Dagang ke Crazy Rich Surabayan
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah sepanjang perdagangan sepekan ini. Pelemahan ini didorong oleh sentimen negatif baik dari internal maupun eksternal.

Selama sepekan, rupiah melemah 0,11% dan ditutup pada posisi Rp 14.816/US$. Sementara nilai rata-rata rupiah berada di level Rp 14.841/US$. 

 

Di awal pekan, rupiah langsung dihantam sentimen negatif dalam negeri. Sentimen tersebut berupa rilis terbaru kondisi neraca perdagangan Indonesia per Agustus 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Indonesia kembali mengalami defisit US$ 1,02 miliar. 

Angka ini lebih besar dari konsensus Tim CNBC Indonesia yang memperkirakan di kisaran US$ 645 juta. Namun, angka ini kecil dibandingkan defisit sebelumnya yang mencapai US$ 2,03 miliar. 

Sejak awal tahun, neraca perdagangan Indonesia begitu didominasi oleh defisit. Terhitung hanya bulan Maret dan Juni 2018 yang berhasil mencatatkan surplus perdagangan. Defisit yang terjadi bulan Agustus, memicu ekspektasi jika Current Account Deficit (CAD)/ defisit transaksi berjalan  pada kuartal III tetap tinggi. 

Sementara itu, salah satu penyebab utama terjadinya defisit ini karena nilai impor migas yang melonjak hingga US$ 3,05 miliar atau tumbuh 51,43% Year-on-Year (YoY). Di sisi lain, ekspor hanya tumbuh 12,24% YoY sehingga defisit neraca migas mencapai US$ 1,66 miliar atau tertinggi pada tahun ini. 



 Kondisi ini tentu menjadi sentimen buruk di mata investor, sehingga rupiah menjadi terkena imbasnya. Pada awal pekan terlihat, rupiah langsung melesat ke posisi Rp 14.870/US$ dari sebelumnya Rp 14.800/US$ pada penutupan jumat pekan lalu.

(NEXT)


Setelah dihantam sentimen buruk dari dalam negeri, rupiah kembali diuji oleh sentimen dari global. Memanasnya tensi antara AS dan China terkait penetapan bea impor menjadi biang keroknya. Presiden AS Donald Trump pada Senin malam (17/9/2018) waktu setempat atau Selasa dini hari (18/9/2018) waktu Indonesia, mengumumkan akan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor China sebesar 10% atau senilai US$ 200 miliar. Kebijakan tersebut rencana efektif berlaku mulai 24 September mendatang.

Sontak kebijakan tersebut mengejutkan berbagai pihak. Pasalnya pada pekan sebelumnya, AS telah mengundang China untuk bertemu guna membicarakan masalah perang dagang yang ada.

Namun, keputusan Trump yang mengenakan bea impor baru seketika menghilangkan harapan perdamaian yang ada. Terlebih keesokan harinya, China ikut mengenakan tarif balasan sebesar US$ 60 miliar dan efektif pada periode yang sama.

Aksi saling balas ini sontak membuat pasar khawatir. Investor cenderung mengalihkan investasinya dari instrumen beresiko seperti saham di emerging market ke instrumen investasi yang minim resiko (safe haven) seperti Emas. Sepanjang pekan ini, harga komoditas tersebut naik hingga 1,21% ke level US$ 1.207,70/Try ounce. Di sisi lain, hal ini menyebabkan rupiah berada bertahan di posisi Rp 14.870/US$ hingga 19 September 2018.
Pelemahan rupiah menjadi perhatian masyarakat tak terkecuali pihak pengusaha. Para “crazy rich” di daerah Surabaya melakukan aksi tukar dolar guna meredam pelemahan rupiah.

Hal ini terjadi pada Kamis Malam (20/9/2018) bertempat di hotel Majapahit, Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur melakukan penukaran dolar yang dimiliki hingga mencapai US$ 50 juta. Aksi ini mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia (BI).

"Ini satu hal yang menunjukkan patriotisme. Nilai US$50 juta itu cukup besar untuk menstabilkan rupiah," ungkap Difi Ahmad Djohansyah, Kepala Perwakilan BI Jawa Timur.

Selain itu, perkembangan perang dagang mulai mendingin ikut memberikan imbas positif bagi pasar keuangan negara-negara emerging market. Praktis setelah China mengeluarkan statement berupa tarif balasan pada Rabu (19/9/2018), belum ada lagi statement dari kedua belah pihak.

Situasi ini menimbulkan penilaian jika perang dagang sedikit mereda. Bahkan Larry Kudlow, Penasihat Ekonomi Trump mengatakan, pihak AS siap kapanpun untuk berunding serius dengan China guna menghilangkan berbagai hambatan dalam hubungan dagang.
 
Hal tersebut ikut memicu aliran modal asing kembali masuk ke pasar saham Indonesia. Terhitung sejak Kamis hingga Jumat kemarin, aksi beli bersih investor asing mencapai Rp 1,35 Triliun.
 
Namun, kondisi positif ini rupanya tidak mampu menolong mata uang tersebut untuk menguat pada pekan ini. Terlebih tekanan hebat di awal pekan, tidak mampu diimbangi oleh sentimen positif di akhir pekan.


[Gambas:Video CNBC]
Sementara dibandingkan dengan mata uang negara di kawasan ASEAN, kondisi rupiah tidak lebih baik. Bersama Kyat Myanmar, Dong Vietnam dan Riel Kamboja menjadi mata uang dengan pelemahan tertinggi sepanjang pekan ini Rupiah boleh sedikit berbangga karena nilai pelemahannya tidak separah mata uang seperti Kyat dan Dong. Namun jika dibandingkan mata uang negara tetangga seperti dolar Singapura dan ringgit Malaysia, kondisi rupiah tidak lebih baik. Rasanya wajar, mengingat rupiah dihantam tekanan berat di awal pekan. Adanya pertolongan jelang akhir pekan, tidak cukup mengangkat posisi rupiah untuk menguat sepanjang pekan ini.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular