
Musim Dingin Tiba, Harga Batu Bara Mulai Menanjak Lagi
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
17 September 2018 15:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara Newcastle kontrak acuan menguat tipis 0,09% ke US$115,4/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Jumat (13/9/2018).
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam mampu menguat sebesar 0,74% dalam sepekan terakhir. Performa mingguan tersebut mampu membaik pasca pada pekan sebelumnya (yang berakhir pada tanggal 7 September 2018) anjlok hingga 2,92%.
Sepanjang pekan lalu, harga batu bara mendapatkan sentimen positif dari masih kuatnya impor batu bara China di bulan Agustus, serta sentimen datangnya musim dingin yang diperkirakan lebih dingin dari biasanya.
Pada awal pekan lalu, harga batu bara mendapatkan kekuatan dari ekspektasi kuatnya impor batu bara China di bulan Agustus. Seperti diketahui, Negeri Tirai Bambu merupakan importir batu bara terbesar di dunia, sehingga hal itu lantas menjadi sentimen masih sehatnya permintaan batu bara global.
Mengutip survei Bloomberg terhadap data bea perdagangan, impor batu bara China tercatat turun 1,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka setara 925.161 MT. Namun, capaian itu masih cukup dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2014, yakni sebesar 935.806 MT pada bulan Juli 2018.
Artinya, kekhawatiran bahwa permintaan batu bara China akan anjlok seiring berlalunya musim panas, menjadi belum terbukti. Kuatnya impor bulan lalu mengindikasikan Beijing masih "rajin" mengimpor batu bara meskipun musim panas mulai melewati puncaknya.
Sebelumnya, cuaca panas ekstrim di musim panas mampu menyokong reli harga batu bara sejak Mei 2018. Akibat gelombang panas itu, pembangkit listrik bertenaga batu bara di China mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai. Permintaan batu bara pun terkerek naik.
Permintaan impor China yang kuat pada bulan lalu nampaknya juga didukung oleh inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah China terhadap sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Panda. Inspeksi tersebut mengakibatkan produksi batu bara domestik China menjadi terbatas. Akhirnya keran impor pun dibuka lebih lebar demi memenuhi tingkat konsumsi yang tinggi.
Meski demikian, persepsi penurunan konsumsi batu bara mulai terlihat memasuki bulan September 2018. Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China meningkat 1,2% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,39 juta ton, per hari Jumat (7/9/2018). Capaian itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015.
Sementara itu, impor batu bara China turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports. Kedua data itu lantas sempat memberikan sentimen negatif bagi pergerakan harga batu bara pada sepekan lalu.
Untungnya, menjelang akhir pekan harga batu bara menemukan kekuatannya kembali. Adalah temperatur musim dingin yang diperkirakan lebih dingin dari biasanya di dataran China yang menyuntikkan energi positif bagi harga batu bara. Akibatnya, konsumsi batu bara sebagai bahan bakar mesin penghangat diperkirakan akan ikut melonjak. Hal ini lantas menjadi indikasi bahwa konsumsi batu bara masih akan solid setidaknya hingga akhir tahun.
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Dengan pergerakan tersebut, harga si batu hitam mampu menguat sebesar 0,74% dalam sepekan terakhir. Performa mingguan tersebut mampu membaik pasca pada pekan sebelumnya (yang berakhir pada tanggal 7 September 2018) anjlok hingga 2,92%.
Sepanjang pekan lalu, harga batu bara mendapatkan sentimen positif dari masih kuatnya impor batu bara China di bulan Agustus, serta sentimen datangnya musim dingin yang diperkirakan lebih dingin dari biasanya.
Pada awal pekan lalu, harga batu bara mendapatkan kekuatan dari ekspektasi kuatnya impor batu bara China di bulan Agustus. Seperti diketahui, Negeri Tirai Bambu merupakan importir batu bara terbesar di dunia, sehingga hal itu lantas menjadi sentimen masih sehatnya permintaan batu bara global.
Mengutip survei Bloomberg terhadap data bea perdagangan, impor batu bara China tercatat turun 1,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka setara 925.161 MT. Namun, capaian itu masih cukup dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2014, yakni sebesar 935.806 MT pada bulan Juli 2018.
Artinya, kekhawatiran bahwa permintaan batu bara China akan anjlok seiring berlalunya musim panas, menjadi belum terbukti. Kuatnya impor bulan lalu mengindikasikan Beijing masih "rajin" mengimpor batu bara meskipun musim panas mulai melewati puncaknya.
Sebelumnya, cuaca panas ekstrim di musim panas mampu menyokong reli harga batu bara sejak Mei 2018. Akibat gelombang panas itu, pembangkit listrik bertenaga batu bara di China mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai. Permintaan batu bara pun terkerek naik.
Permintaan impor China yang kuat pada bulan lalu nampaknya juga didukung oleh inspeksi lingkungan yang dilakukan pemerintah China terhadap sejumlah sentra produksi batu bara di Negeri Panda. Inspeksi tersebut mengakibatkan produksi batu bara domestik China menjadi terbatas. Akhirnya keran impor pun dibuka lebih lebar demi memenuhi tingkat konsumsi yang tinggi.
Meski demikian, persepsi penurunan konsumsi batu bara mulai terlihat memasuki bulan September 2018. Menurut data China Coal Resources, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama China meningkat 1,2% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke angka 15,39 juta ton, per hari Jumat (7/9/2018). Capaian itu merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015.
Sementara itu, impor batu bara China turun nyaris 40% WtW ke 1,98 juta ton per hari Jumat (7/9/2018), yang merupakan level terendah sejak sepekan yang berakhir 6 April, berdasarkan data dari Global Ports. Kedua data itu lantas sempat memberikan sentimen negatif bagi pergerakan harga batu bara pada sepekan lalu.
Untungnya, menjelang akhir pekan harga batu bara menemukan kekuatannya kembali. Adalah temperatur musim dingin yang diperkirakan lebih dingin dari biasanya di dataran China yang menyuntikkan energi positif bagi harga batu bara. Akibatnya, konsumsi batu bara sebagai bahan bakar mesin penghangat diperkirakan akan ikut melonjak. Hal ini lantas menjadi indikasi bahwa konsumsi batu bara masih akan solid setidaknya hingga akhir tahun.
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular