Apakah RI Akan Didera Krisis Seperti 1997-1998? Ini Jawabnya

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
12 September 2018 18:02
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yakin Indonesia tidak akan mengalami krisis keuangan, seperti yang pernah terjadi pada 1997-1998 silam.
Foto: Detikcom
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yakin Indonesia tidak akan mengalami krisis keuangan, seperti yang pernah terjadi pada 1997-1998 silam.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menjelaskan, kondisi perekonomian saat ini jauh lebih baik. Ia pun menjelaskan kondisi dari sektor perbankan dan korporasi yang kini sudah jauh lebih prudent.

Pada krisis 1997-1998, Fauzi menyebut telah terjadi currency miss-match saat korporasi melakukan pinjaman. Korporasi meminjam dolar untuk proyek yang keuntungannya dalam bentuk rupiah, lalu ketika rupiah anjlok, korporasi pun ikut bangkrut.
Foto: Kantor Pusat LPS

"Korporasi bangkrut karena menunggak ke perbankan, karena perbankan mengucurkan kredit ke proyek-proyek konglomerat yang seperti itu, otomatis perbankan juga bangkrut," jelas Fauzi usai konferensi pers LPS di kawasan Sudirman, Rabu (12/9/2018).

Dia menjelaskan pula, saat itu Bank Indonesia menutup 16 bank yang tidak ada program penjaminan. "[Dampaknya] masyarakat panik-lah, mereka tarik duit berbondong-bondong (bank run). Coba saat itu sudah ada LPS, penutupan bank tidak akan separah itu," tambahnya.

Saat ini, aset yang dimiliki LPS mencapai Rp 101,3 triliun. Jumlah itu merupakan dia sebut tertinggi nomor tiga di Asia, tepatnya setelah Jepang dan Korea Selatan.

Indonesia pun dia yakini berada pada kondisi yang lebih aman dari gejolak ekonomi pada 2013 saat terjadi Taper Tantrum dan 2015 ketika ada indikasi kenaikan Fed rate.

"Kalau dari credit default swap (CDS) saat ini itu lebih rendah dari 2013 dan 2015, artinya investor melihat Indonesia lebih aman," sambungnya.

Beberapa komponen perekonomian pun jelas berbeda, misal kurs rupiah yang saat krisis dulu naik dari kisaran Rp 2.400 ke Rp 16 ribu dalam jangka waktu 9 bulan. Lalu bagaimana cadangan devisa di BI jauh lebih tipis, karena terkuras dalam waktu cepat, juga pembiayaan defisit neraca pembiayaan yang dilakukan dengan surat utang jangka pendek.

"Kalau sekarang ada SBN, long term bonds, pendanaan proyek bersifat jangka panjang. Sekarang jauh lebih bagus," tutup Fauzi.
(dru) Next Article LPS: Bank Mulai Kurangi Taruh Dana BI-SBN Buat Genjot Kredit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular