Hari Kejepit, Harga Obligasi Dibuka Cenderung Menguat

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
10 September 2018 11:33
Hari kejepit karena pelaku pasar diprediksi akan menahan diri untuk bertransaksi dan mempersiapkan amunisi untuk turut dalam lelang pada Rabu.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah cenderung dibuka naik pada awal perdagangan pekan ini, yang sekaligus menjadi hari kejepit nasional. 

Merujuk data Reuters, menguatnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Empat seri yang dijadikan acuan pemerintah dan pelaku pasar adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. 

Pagi ini, penguatan signifikan dialami oleh seri 15 tahun, dan menurunkan yield 7 basis poin (bps) hingga menjadi 8,74%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri lain yaitu seri 10 tahun dan 20 tahun mengalami koreksi, seri pendek yaitu 5 tahun mengalami stagnansi.
 
Yield Obligasi Negara Acuan 10 Sep 2018
SeriBenchmarkYield 7 Sep 2018 (%) Yield 10 Sep 2018 (%)Selisih (basis poin)
FR00635 tahun8.4558.4550.00
FR006410 tahun8.5168.464-5.20
FR006515 tahun8.6748.7487.40
FR007520 tahun8.9958.974-2.10
Avg movement1.75
Sumber: Reuters

Saat ini, karena koreksi yang terjadi cukup dalam pada seri jangka menengah panjang (15 tahun dan 20 tahun) maka membuat yield seri tersebut naik signifikan dibandingkan dengan tenor yang lebih pendek dan yang lebih panjang (tenor di atas 25 tahun). Hal tersebut termasuk anomali dan menjadi indikasi terjadinya kurva yield terbalik (inverted yield curve).

Inverted yield curve merupakan satu dari tiga bentuk kurva yield pasar obligasi. Kurva lain adalah kurva normal dan kurva flat. Inverted yield curve biasanya mengindikasikan tekanan yang lebih berat untuk pasar keuangan. Terakhir kali, inverted yield curve paling ekstrim terjadi pada krisis moneter 1998 di mana yield seri pendek mencapai 70%.

Penguatan SBN secara terbatas hari ini membuat selisihnya (spread) dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor 10 tahun menembus 552 bps. Yield US Treasury 10 tahun tercatat 2,93% dan berselisih dengan SBN tenor 10 tahun 8,46%. 

Spread yang masih lebar, seharusnya membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya. Kondisi itu juga dapat memicu investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. 

Spread di atas 500 bps baru terjadi lagi sejak 23 Agustus ketika pasar SBN terkoreksi cukup dalam setelah terpapar efek dari perang dagang. Posisi itu menjadi spread yang tertinggi sejak Maret 2017. 

Faktor hari kejepit nasional hari ini, karena besok libur tahun baru Islam, diprediksi akan membuat harga obligasi menguat terbatas karena pelaku pasar diprediksi akan menahan diri untuk bertransaksi dan mempersiapkan amunisi untuk turut dalam lelang pada Rabu.  

Untuk faktor yang dapat berpengaruh di awal pekan ini, Tim Riset CNBC Indonesia justru melihat lebih banyak sentimen negatif yang akan mewarnai pasar efek surat utang. 

Presiden Trump yang kembali mengancam akan mengenakan tarif tambahan senilai US$ 267 miliar untuk barang China tentu menjadi penyulut episode selanjutnya dari perang dagang. Paman Trump sebelumnya berencana mengenakan bea impor tambahan senilai US$ 200 miliar, dan sebelum diberlakukan dia sudah mengancam akan mengenakan bea tarif tambahan lagi. 

Data ketenagakerjaan dan rerata upah yang positif yang dirilis akhir pekan lalu juga masih mendukung posisi dolar AS di depan mata uang lain. 

Hasilnya, US$ 1 dihargai Rp 14.856 menjelang siang ini. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Pelemahan rupiah termutakhir itu juga melebar dibanding pembukaan pasar yang hanya 0,03%. 

Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga masih terkoreksi dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu. Koreksi moderat pagi ini dibukukan 25 poin (0,45%) menjadi 5.826.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/roy) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular