
Gara-gara Rupiah, IHSG Sepekan Koreksi 2,77%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 September 2018 11:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,77%. IHSG lantas menjadi salah satu bursa saham dengan performa terburuk di Asia pada pekan ini.
Bandingkan dengan bursa-bursa utama Asia lainnya, dimana indeks Hang Seng turun 3,28%, indeks PSI (Filipina) turun 3,27%, indeks Strait Times turun 2,46%, indeks Nikkei turun 2,44%, indeks Kospi turun 1,78%, indeks KLCI (Malaysia) turun 1,13%, indeks SET (Thailand) turun 1%, indeks Shanghai turun 0,84%, dan indeks Nifty (India) turun 0,78%.
Pelemahan rupiah menjadi momok utama bagi bursa saham tanah air. Sepanjang minggu ini, rupiah melemah 0,61% melawan dolar AS di pasar spot, dari Rp 14.725/dolar menjadi Rp 14.815/dolar AS.
Rupiah bahkan sempat menyentuh titik penutupan terlemah sejak krisis moneter 1998 silam pada tanggal 4 dan 5 September di level Rp 14.930/dolar AS.
Ada 3 hal yang membuat rupiah loyo sepanjang minggu ini. Pertama adalah krisis nilai tukar yang terjadi di Turki dan Argentina. Pelemahan pada lira dan peso membuat investor melepas mata uang dari negara-negara dengan current account deficit (CAD) yang lebar seperti Indonesia.
Pada kuartal-II kemarin, CAD Indonesia menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I, nilainya hanya sebesar 2,21% dari PDB.
Kedua, mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali oleh the Federal Reserve ikut menekan nilai tukar rupiah. Hal ini terjadi seiring dengan positifnya data-data ekonomi yang dirilis di Negeri Paman Sam. ISM Manufacturing PMI periode Agustus diumumkan di level 61,3 lebih tinggi dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters di level 57,7.
Klaim pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 27 Agustus diumumkan di level 203.000, lebih rendah dari estimasi yang sebesar 214.000. Kemudian, ISM Non-Manufacturing PMI periode Agustus diumumkan di level 58,5, lebih tinggi dari estimasi yang sebesar 56,8.
Terakhir, perang dagang antara AS dengan China dan Kanada membuat investor lebih memilih memeluk dolar AS.
Tekanan bagi IHSG juga datang dari pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,05% MoM sepanjang bulan Agustus. Padahal, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,07% MoM. Lantas, tingkat inflasi secara tahunan (YoY) adalah sebesar 3,2%.
Adanya deflasi menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyrakat Indonesia cenderung lemah. Lonjakan konsumsi yang terjadi pada kuartal-II lantaran kehadiran bulan puasa dan lebaran nampak sulit untuk dilanjutkan pada kuartal-III.
Hal ini kemudian terkonfirmasi oleh rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada hari Kamis, Bank Indonesia (BI) merilis IKK periode Agustus 2018 di level 121,6, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 124,8. Capaian tersebut merupakan yang terendah sepanjang tahun 2018.
Melemahnya optimisme konsumen pada bulan Agustus disebabkan oleh penurunan kedua komponen pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
IKE pada bulan Agustus tercatat sebesar 109,2, turun 5,8 poin dari bulan sebelumnya. Sementara itu, IEK bulan Agustus tercatat sebesar 133,9, lebih rendah dari capaian bulan Juli yang sebesar 134,7.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Bandingkan dengan bursa-bursa utama Asia lainnya, dimana indeks Hang Seng turun 3,28%, indeks PSI (Filipina) turun 3,27%, indeks Strait Times turun 2,46%, indeks Nikkei turun 2,44%, indeks Kospi turun 1,78%, indeks KLCI (Malaysia) turun 1,13%, indeks SET (Thailand) turun 1%, indeks Shanghai turun 0,84%, dan indeks Nifty (India) turun 0,78%.
Pelemahan rupiah menjadi momok utama bagi bursa saham tanah air. Sepanjang minggu ini, rupiah melemah 0,61% melawan dolar AS di pasar spot, dari Rp 14.725/dolar menjadi Rp 14.815/dolar AS.
Rupiah bahkan sempat menyentuh titik penutupan terlemah sejak krisis moneter 1998 silam pada tanggal 4 dan 5 September di level Rp 14.930/dolar AS.
Pada kuartal-II kemarin, CAD Indonesia menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I, nilainya hanya sebesar 2,21% dari PDB.
Kedua, mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali oleh the Federal Reserve ikut menekan nilai tukar rupiah. Hal ini terjadi seiring dengan positifnya data-data ekonomi yang dirilis di Negeri Paman Sam. ISM Manufacturing PMI periode Agustus diumumkan di level 61,3 lebih tinggi dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters di level 57,7.
Klaim pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 27 Agustus diumumkan di level 203.000, lebih rendah dari estimasi yang sebesar 214.000. Kemudian, ISM Non-Manufacturing PMI periode Agustus diumumkan di level 58,5, lebih tinggi dari estimasi yang sebesar 56,8.
Terakhir, perang dagang antara AS dengan China dan Kanada membuat investor lebih memilih memeluk dolar AS.
Tekanan bagi IHSG juga datang dari pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,05% MoM sepanjang bulan Agustus. Padahal, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,07% MoM. Lantas, tingkat inflasi secara tahunan (YoY) adalah sebesar 3,2%.
Adanya deflasi menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyrakat Indonesia cenderung lemah. Lonjakan konsumsi yang terjadi pada kuartal-II lantaran kehadiran bulan puasa dan lebaran nampak sulit untuk dilanjutkan pada kuartal-III.
Hal ini kemudian terkonfirmasi oleh rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada hari Kamis, Bank Indonesia (BI) merilis IKK periode Agustus 2018 di level 121,6, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 124,8. Capaian tersebut merupakan yang terendah sepanjang tahun 2018.
Melemahnya optimisme konsumen pada bulan Agustus disebabkan oleh penurunan kedua komponen pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
IKE pada bulan Agustus tercatat sebesar 109,2, turun 5,8 poin dari bulan sebelumnya. Sementara itu, IEK bulan Agustus tercatat sebesar 133,9, lebih rendah dari capaian bulan Juli yang sebesar 134,7.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Most Popular