
IHSG Babak Belur, Mari Lihat Sisi Positifnya
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 September 2018 16:00

Jakarta, CNBC Indonesia - IHSG menunjukkan performa yang mengecewakan sepanjang tahun ini. Secara year-to-date hingga berita ini diturunkan, IHSG telah anjlok 9,35% ke level 5.761,58.
Mulai dari normalisasi suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang diperkirakan akan mencapai 4 kali pada tahun ini, perang dagang antara AS dengan para mitra dagangnya, hingga krisis nilai tukar di negara-negara berkembang sukses membuat IHSG anjlok.
Namun, sebenarnya ada sisi positif dibalik anjloknya IHSG, yakni volume perdagangan yang menipis. Sepanjang tahun 2017 kala IHSG menguat sebesar 19,99%, rata-rata volume perdagangan di pasar saham tanah air adalah sebanyak 7,69 miliar unit saham. Sementara sepanjang 2018, rata-rata volume perdagangan turun menjadi 7,33 miliar unit saham.
Anjloknya IHSG sepanjang tahun ini tidak disertai oleh volume yang sama atau lebih besar dibandingkan tahun lalu. Ini artinya, masih banyak pelaku pasar yang menahan posisinya.
Hal ini semakin nampak jelas kala melihat volume perdagangan dalam beberapa hari terakhir. Terhitung sejak 30 Agustus hingga 5 September (5 hari perdagangan) kala IHSG terus turun dan terkoreksi 6,3%, rata-rata volume transaksi justru ambruk menjadi hanya 5,77 miliar unit saham.
Pelemahan rupiah yang signifikan pada periode itu (1,91% di pasar spot melawan dolar AS) tak begitu kuat untuk memaksa investor melepas saham dalam unit yang besar.
Pada hari ini, kala IHSG berbalik menguat (+1,37%), justru volume perdagangan membesar. Belum juga perdagangan berakhir, volume transaksi sudah menyentuh 7,06 miliar unit saham.
Tak Pernah Jatuh 2 Tahun Berturut-Turut
Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir (2010-2017), memang tak sekalipun IHSG jatuh sepanjang 2 tahun berturut-turut. Didukung pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, IHSG selalu bisa bangkit kala terjatuh di tahun sebelumnya.
Pada tahun 2014, IHSG melesat 22,29%, setelah pada tahun 2013 terkoreksi tipis 0,98%. Sementara pada tahun 2016, IHSG menguat 15,32%, setelah pada tahun 2015 melemah 12,13%.
Tahun 2018 sudah kian mendekati akhir. Investor nampaknya akan terus menahan diri untuk melakukan aksi jual secara besar-besaran, bahkan mungkin cenderung mengoleksi saham-saham di tanah air menjelang akhir tahun. Apalagi, akhir tahun kental dengan fenomena window-dressing, dimana harga-harga saham akan terkerek naik.
Dengan mempertimbangkan volume transaksi yang justru menciut kala IHSG tertekan dan tahun 2018 yang sudah kian mendekati akhir, ada kemungkinan, sepanjang sisa tahun 2018 IHSG tak akan jatuh terlalu dalam dari posisi saat ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
Mulai dari normalisasi suku bunga acuan oleh the Federal Reserve yang diperkirakan akan mencapai 4 kali pada tahun ini, perang dagang antara AS dengan para mitra dagangnya, hingga krisis nilai tukar di negara-negara berkembang sukses membuat IHSG anjlok.
Namun, sebenarnya ada sisi positif dibalik anjloknya IHSG, yakni volume perdagangan yang menipis. Sepanjang tahun 2017 kala IHSG menguat sebesar 19,99%, rata-rata volume perdagangan di pasar saham tanah air adalah sebanyak 7,69 miliar unit saham. Sementara sepanjang 2018, rata-rata volume perdagangan turun menjadi 7,33 miliar unit saham.
Hal ini semakin nampak jelas kala melihat volume perdagangan dalam beberapa hari terakhir. Terhitung sejak 30 Agustus hingga 5 September (5 hari perdagangan) kala IHSG terus turun dan terkoreksi 6,3%, rata-rata volume transaksi justru ambruk menjadi hanya 5,77 miliar unit saham.
Pelemahan rupiah yang signifikan pada periode itu (1,91% di pasar spot melawan dolar AS) tak begitu kuat untuk memaksa investor melepas saham dalam unit yang besar.
Pada hari ini, kala IHSG berbalik menguat (+1,37%), justru volume perdagangan membesar. Belum juga perdagangan berakhir, volume transaksi sudah menyentuh 7,06 miliar unit saham.
Tak Pernah Jatuh 2 Tahun Berturut-Turut
Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir (2010-2017), memang tak sekalipun IHSG jatuh sepanjang 2 tahun berturut-turut. Didukung pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, IHSG selalu bisa bangkit kala terjatuh di tahun sebelumnya.
Pada tahun 2014, IHSG melesat 22,29%, setelah pada tahun 2013 terkoreksi tipis 0,98%. Sementara pada tahun 2016, IHSG menguat 15,32%, setelah pada tahun 2015 melemah 12,13%.
Tahun 2018 sudah kian mendekati akhir. Investor nampaknya akan terus menahan diri untuk melakukan aksi jual secara besar-besaran, bahkan mungkin cenderung mengoleksi saham-saham di tanah air menjelang akhir tahun. Apalagi, akhir tahun kental dengan fenomena window-dressing, dimana harga-harga saham akan terkerek naik.
Dengan mempertimbangkan volume transaksi yang justru menciut kala IHSG tertekan dan tahun 2018 yang sudah kian mendekati akhir, ada kemungkinan, sepanjang sisa tahun 2018 IHSG tak akan jatuh terlalu dalam dari posisi saat ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
Most Popular