
Pasar Saham Membara, Koreksi Pasar Obligasi Makin Lebar
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
05 September 2018 19:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Koreksi harga obligasi rupiah pemerintah melebar pada penutupan perdagangan di pasar surat berharga negara (SBN) hari ini. Koreksi sejalan dengan aksi jual saham besar-besaran di pasar saham.
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Kenaikan yield terbesar dialami seri acuan 5 tahun, yaitu 17 basis poin (bps) menjadi 8,36%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain yaitu 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun mengalami kenaikan yield 14 bps, 8 bps, dan 8 bps masing-masing menjadi 8,48%, 8,64%, dan 8,98%.
Seri acuan 10 tahun dan 20 tahun tinggal menyisakan ruang 2 bps lagi untuk menembus level psikologis 8,5% dan 9%.
Pelemahan pasar obligasi pemerintah ini dibarengi oleh turunnya pasar saham berbarengan dengan koreksi pasar saham Asia. Memerahnya indeks utama Asia dipicu kekhawatiran meluasnya krisis di negara berkembang setelah Afrika Selatan divonis resesi dan Sri Lanka terlilit utang luar negeri.
Yield Obligasi Negara Acuan 5 Sep 2018
Sumber: Reuters
Yield SBN tersebut menjadi yang tertinggi sejak 26 Januari 2016 untuk seri 5 tahun pada 8,38% dan 22 Januari 2016 untuk tenor 10 tahun 8,49%. Posisi yield juga menjadi yang tertinggi untuk seri 15 tahun sejak 29 Januari 2016 ketika berada di 8,76%.
Selain itu, yield seri acuan 20 tahun juga menjadi yang tertinggi sejak 7 Januari 2016 ketika berada di 8,98%.
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indek tersebut turun 2,4 poin (1,06%) menjadi 224,54 dari posisi kemarin 226,96.
Karena pelemahan pasar obligasi hari ini, selisih(spread) SBN 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa menembus 558 bps. Yield US Treasury 10 tahun berada pada 2,89% dan yield SBN tenor 10 tahun 8,48%.
Spread yang melebar, ditambah faktor turunnya yield US Treasury, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Koreksi signifikan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas. Meskipun pasar nilai tukar mata uang flat di Rp 14.930 per dolar AS, tetapi posisi mata uang garuda masih menjadi titip tertinggi sejak krisis moneter 1998.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun signifikan hingga 221 poin (3,76%) menjadi 5.683 pada penutupan tadi sore, yang juga menjadi penurunan terbesar dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan 10 tahun dan 20 tahun tinggal menyisakan ruang 2 bps lagi untuk menembus level psikologis 8,5% dan 9%.
Pelemahan pasar obligasi pemerintah ini dibarengi oleh turunnya pasar saham berbarengan dengan koreksi pasar saham Asia. Memerahnya indeks utama Asia dipicu kekhawatiran meluasnya krisis di negara berkembang setelah Afrika Selatan divonis resesi dan Sri Lanka terlilit utang luar negeri.
Yield Obligasi Negara Acuan 5 Sep 2018
Seri | Benchmark | Yield 4 Sep 2018 (%) | Yield 5 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.191 | 8.366 | 17.50 |
FR0064 | 10 tahun | 8.34 | 8.483 | 14.30 |
FR0065 | 15 tahun | 8.553 | 8.642 | 8.90 |
FR0075 | 20 tahun | 8.905 | 8.989 | 8.40 |
Avg movement | 12.28 |
Yield SBN tersebut menjadi yang tertinggi sejak 26 Januari 2016 untuk seri 5 tahun pada 8,38% dan 22 Januari 2016 untuk tenor 10 tahun 8,49%. Posisi yield juga menjadi yang tertinggi untuk seri 15 tahun sejak 29 Januari 2016 ketika berada di 8,76%.
Selain itu, yield seri acuan 20 tahun juga menjadi yang tertinggi sejak 7 Januari 2016 ketika berada di 8,98%.
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indek tersebut turun 2,4 poin (1,06%) menjadi 224,54 dari posisi kemarin 226,96.
Karena pelemahan pasar obligasi hari ini, selisih(spread) SBN 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa menembus 558 bps. Yield US Treasury 10 tahun berada pada 2,89% dan yield SBN tenor 10 tahun 8,48%.
Spread yang melebar, ditambah faktor turunnya yield US Treasury, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Koreksi signifikan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas. Meskipun pasar nilai tukar mata uang flat di Rp 14.930 per dolar AS, tetapi posisi mata uang garuda masih menjadi titip tertinggi sejak krisis moneter 1998.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun signifikan hingga 221 poin (3,76%) menjadi 5.683 pada penutupan tadi sore, yang juga menjadi penurunan terbesar dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular