Koreksi Pasar Obligasi Teredam Stagnasi Dolar AS

Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
05 September 2018 12:03
Sentimen global pada hari ini tidak segencar sehari sebelumnya.
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah masih terkoreksi pagi ini, tetapi koreksinya tidak sedalam kemarin dan mencerminkan percepatan yang mulai melambat. Pelemahan tersebut masih dibayangi oleh pelemahan rupiah.
 
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
 
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
 
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
 
Seri acuan 10 tahun masih menjadi seri yang paling terkoreksi hari ini, dengan mengalami kenaikan yield 8 basis poin (bps) sehingga yield-nya berada pada 8,42%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
 
Yield seri acuan lain yaitu 15 tahun, 5 tahun, dan 20 tahun juga naik tetapi lebih terbatas, yaitu 5 bps, 4 bps, dan 3 bps sehingga membuat yield ketiganya berada pada 8,6%, 8,23%, dan 8,94%. Posisi yield seri acuan itu membuat mayoritas yield seri acuan berada di posisi tertinggi sejak awal 2016.
 
Koreksi hari ini terjadi ketika rupiah belum bergerak dari posisi Rp 14.925 per dolar AS, yang masih menjadi posisi tertinggi sejak krisis moneter 1998. Posisi mata uang garuda yang flat tersebut sedikit memberi nafas kepada dunia investasi surat berharga dunia karena sudah terkokeksi signifikan sejak akhir pekan lalu.
 
Saat ini, sentimen global belum segencar beberapa hari terakhir. Meskipun Afrika Selatan mengkhawatirkan, tetapi pelaku pasar masih lebih menunggu pengumuman angka pengangguran AS pada akhir pekan ini.
 
Jika memuaskan, yang berarti makroekonomi AS positif, maka akan memicu bank sentral AS, the Federal Reserve (the Fed), untuk menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan the Fed (FOMC) pada 26 September sebesar 25 bps. Survei probabilitas the Fed akan menaikkan suku bunga pada September oleh CME Fedwatch mencapai 99,8%.
 
Nampaknya, rupiah yang tertahan tersebut juga tercermin pada melambatnya koreksi di pasar obligasi. Rerata kenaikan yield seri acuan hari ini baru 5 bps, dibanding kemarin 14 bps kemarin dan 13 bps pada hari sebelumnya.

Koreksi Pasar Obligasi Teredam Stagnasi Dolar ASFoto: Yield obligasi negara acuan (CNBC Indonesia)

Meskipun tertahan, koreksi yang masih terjadi hari ini turut membuat selisih (spread) SBN 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa mencapai 552 bps. Saat ini, yield US Treasury 10 tahun mencapai 2,9% dan SBN tenor 10 tahun 8,42%.
 
Spread yang melebar, ditambah faktor turunnya yield US Treasury, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek karena pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih murah dan lebih menarik dibandingkan dengan sebelumnya.
 
Pelemahan di pasar surat utang dan rupiah tersebut juga terjadi di pasar ekuitas. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun 190 poin (3,2%) ke bawah level psikologis 5.800, tepatnya di 5.711 pada pantauan terakhir 11:20 siang ini.
 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(roy) Next Article Yield Obligasi 10 tahun Bisa Capai 7% di 2019

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular