Meneropong Nasib Rupiah Sampai Akhir Tahun dan 2019

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 September 2018 20:46
Tahun Depan pun Masih Berat Buat Rupiah
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Untuk tahun depan, situasinya hampir serupa. The Fed sepertinya masih akan meneruskan kenaikan suku bunga acuan. 

Jerome Powell dan kolega kini mulai mengubah posisi (stance) kebijakan moneter dari akomodatif ke bias ketat. Untuk itu, suku bunga acuan akan terus dinaikkan sampai ke level yang tidak lagi disebut akomodatif. 

Dalam jangka menengah, The Fed menargetkan suku bunga acuan di 2,9%. Saat ini, suku bunga di AS adalah 1,75-2%. Artinya, masih akan ada serangkaian kenaikan suku bunga hingga mencapai ke target itu. 

Kenaikan suku bunga tentu akan membuat instrumen berbasis greenback semakin seksi. Selain aman, investasi di dolar AS akan memberikan imbalan yang lebih besar. Lagi-lagi arus modal akan mengarah ke Negeri Paman Sam. 

Selain kenaikan suku bunga, AS juga kemungkinan akan menawarkan hal menarik lainnya yaitu imbal hasil (yield). Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump punya kebijakan fiskal yang ambisius dengan meningkatkan belanja dan insentif pajak. Hasilnya adalah defisit anggaran Negeri Adidaya akan membengkak. 

Peningkatan defisit itu harus dibiayai dengan penerbitan surat utang yang lebih banyak. Saat pasokan obligasi AS meningkat, tentu harganya turun. 

Demi memancing minat investor, pemerintah AS harus memberikan pemanis berupa imbalan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, yield obligasi negara AS diperkirakan terus meningkat.  Mengutip Reuters, berdasarkan survei terhadap 62 lembaga keuangan di berbagai negara, yield obligasi AS tenor 10 tahun dalam 12 bulan ke depan diperkirakan berada di 3,28%. Hari ini, yield instrumen itu masih di 2,8749% pada pukul 15:50 WIB.

Dalam satu titik, yield obligasi pemerintah AS yang tinggi akan menarik minat investor yang tergiur dengan cuan lebih besar. Ini membuat lagi-lagi arus modal akan terbang menuju AS. 

Sebenarnya tidak hanya ke AS, kemungkinan pelaku pasar juga berekspektasi Bank Sentral Eropa (ECB) akan mulai menaikkan suku bunga acuan. Mario Draghi, Presiden ECB, memberi ancer-ancer kenaikan suku bunga acuan paling cepat adalah musim panas 2019 alias pertengahan tahun. 

Artinya, AS bakal punya pesaing. Aliran modal (jika ECB benar-benar menaikkan suku bunga) juga akan berdatangan ke Benua Biru. 

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, mungkin yang tersisa hanya remah-remah. Sebab dana-dana kelas kakap tentu lebih memilih masuk ke negara-negara maju yang menawarkan stabilitas dan keamanan. Plus imbalan yang lebih tinggi karena kenaikan suku bunga acuan.  

(aji/wed)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular