
Pasar Obligasi Masih Tertekan, Belum Ada Katalis Positif
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 September 2018 11:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah pekan lalu tertekan hebat karena dibayangi sentimen negatif dari data makroekonomi yang berimbas pada potensi penaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), The Fed Fund Rate (FFR).
FFR dikhawatirkan akan naik sebanyak empat kali lagi hingga akhir tahun, lebih banyak daripada prediksi awal dua kali lagi hingga akhir 2018.
Faktor tersebut diperparah sentimen negatif dari krisis peso Argentina dan memanasnya kembali krisis lira Turki. Akibatnya, pasar obligasi pemerintah tertekan yang ditunjukkan dari empat seri acuan utama.
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri yang paling melemah adalah tenor 20 tahun dan 10 tahun yang mengalami kenaikan yield 20 basis poin (bps) dan 18 bps menjadi 8,59% dan 8,1% hingga Jumat petang. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Dua seri lain adalah seri 5 tahun dan 15 tahun yang yield-nya naik 14 bps dan 11 bps menjadi 7,94% dan 8,24%.
Sumber: Reuters
Akhir pekan lalu, PT Kiwoom Sekuritas Indonesia dalam risetnya mencatat total transaksi dan frekuensi naik dibandingkan hari sebelumnya di tengah pelemahan harga. Total transaksi didominasi oleh obligasiberdurasi 7 - 10 tahun, diikuti dengan 3 - 5 tahun dan 10 - 15 tahun.
Sisanya merata di semua tenorhingga 25 tahun. Rupiah kemarin tak berdaya, pelemahan kian berlanjut yang tertekan krisis peso Argentina.
Harga obligasi pun tak kuasa untuk melemah, meskipun Bank Indonesia mengintervensi pasar pada Jumat, baik di obligasi maupun rupiah untuk menjaga pelemahan tidak terlalu dalam.
Bank Indonesia ditengarai menghabiskan US$4,71 miliar di pasar keuangan, dan Rp4,1 triliun di pasar obligasi. Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.
Keterbatasan ini tentu datang dari Bank Indonesia yang masih akan terus menjaga pasar. Permasalahannya adalah mau sampai kapan situasi dan kondisi ini berlangsung?
Permasalahan yang terjadi di Argentina mungkin secara perlahan akan mengalami penyelesaian, IMF menyatakan 'dukungan penuh', selain itu hari Selasa dijadwalkan Direktur IMF Christine Legarde akan bertemu Menteri Keuangan Argentina, yang kita berharap akan mendapatkan harapan dari pertemuan tersebut.
Beralih dari sana, rupiah turun ke posisi terendahnya sejak 1998, dan mungkin masih akan berpotensi turun sepanjang tahun ini. Yang menarik Bank Indonesia kembali menyampaikan bahwa tidak akan membiarkan pemilihan Presiden tahun depan mencegah atau melarang Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunganya.
Kami menilai hal ini akan menjaga independensi dari Bank Sentral itu sendiri. Ini semua adalah proses penyesuaian yang harus kita jalani untuk mendapatkan titik keseimbangan baru.
Kiwoom Sekuritas merekomendasikan Jual hari ini, dan mulai membeli sedikit demi sedikit dengan tujuan jangka panjang. Berikut beberapa informasi terkait dengan makroekonomi dan pasar surat utang yang dihimpun Kiwoom Sekuritas:
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
FFR dikhawatirkan akan naik sebanyak empat kali lagi hingga akhir tahun, lebih banyak daripada prediksi awal dua kali lagi hingga akhir 2018.
Faktor tersebut diperparah sentimen negatif dari krisis peso Argentina dan memanasnya kembali krisis lira Turki. Akibatnya, pasar obligasi pemerintah tertekan yang ditunjukkan dari empat seri acuan utama.
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield).
Keempat seri itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri yang paling melemah adalah tenor 20 tahun dan 10 tahun yang mengalami kenaikan yield 20 basis poin (bps) dan 18 bps menjadi 8,59% dan 8,1% hingga Jumat petang. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Dua seri lain adalah seri 5 tahun dan 15 tahun yang yield-nya naik 14 bps dan 11 bps menjadi 7,94% dan 8,24%.
Yield Obligasi Negara Acuan 31 Aug 2018 | ||||
Seri | Benchmark | Yield 24 Aug 2018 (%) | Yield 31 Aug 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 7.797 | 7.942 | 14.50 |
FR0064 | 10 tahun | 7.917 | 8.1 | 18.30 |
FR0065 | 15 tahun | 8.134 | 8.248 | 11.40 |
FR0075 | 20 tahun | 8.396 | 8.597 | 20.10 |
Akhir pekan lalu, PT Kiwoom Sekuritas Indonesia dalam risetnya mencatat total transaksi dan frekuensi naik dibandingkan hari sebelumnya di tengah pelemahan harga. Total transaksi didominasi oleh obligasiberdurasi 7 - 10 tahun, diikuti dengan 3 - 5 tahun dan 10 - 15 tahun.
Sisanya merata di semua tenorhingga 25 tahun. Rupiah kemarin tak berdaya, pelemahan kian berlanjut yang tertekan krisis peso Argentina.
Harga obligasi pun tak kuasa untuk melemah, meskipun Bank Indonesia mengintervensi pasar pada Jumat, baik di obligasi maupun rupiah untuk menjaga pelemahan tidak terlalu dalam.
Bank Indonesia ditengarai menghabiskan US$4,71 miliar di pasar keuangan, dan Rp4,1 triliun di pasar obligasi. Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.
Keterbatasan ini tentu datang dari Bank Indonesia yang masih akan terus menjaga pasar. Permasalahannya adalah mau sampai kapan situasi dan kondisi ini berlangsung?
Permasalahan yang terjadi di Argentina mungkin secara perlahan akan mengalami penyelesaian, IMF menyatakan 'dukungan penuh', selain itu hari Selasa dijadwalkan Direktur IMF Christine Legarde akan bertemu Menteri Keuangan Argentina, yang kita berharap akan mendapatkan harapan dari pertemuan tersebut.
Beralih dari sana, rupiah turun ke posisi terendahnya sejak 1998, dan mungkin masih akan berpotensi turun sepanjang tahun ini. Yang menarik Bank Indonesia kembali menyampaikan bahwa tidak akan membiarkan pemilihan Presiden tahun depan mencegah atau melarang Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunganya.
Kami menilai hal ini akan menjaga independensi dari Bank Sentral itu sendiri. Ini semua adalah proses penyesuaian yang harus kita jalani untuk mendapatkan titik keseimbangan baru.
Kiwoom Sekuritas merekomendasikan Jual hari ini, dan mulai membeli sedikit demi sedikit dengan tujuan jangka panjang. Berikut beberapa informasi terkait dengan makroekonomi dan pasar surat utang yang dihimpun Kiwoom Sekuritas:
- Indonesia Money Supply M2 YoY naik dari sebelumnya 5,9% menjadi 6,3%. Money Supply M1 YoY turun dari sebelumnya 8,2% menjadi 7,0%. Hal ini bisa dilihat negatif untuk pasar keuangan karena semakin sedikit rupiah yang beredar di pasar, tetapi di sisi lain karena semakin sedikit maka nilai rupiah berpotensi naik.
- Euro Unemployment Rate tidak berubah di 8,2%.
- Euro CPI Core YoY turun dari sebelumnya 1,1% menjadi 1%. CPI Estimate YoY turun dari sebelumnya 2,1% menjadi 2%.
- PT Bank Mayapada International Tbk (MAYA) pastikan untuk meluncurkan obligasi subordinasi pada bulan September tahun 2018. Adapun nilai maksimal emisi ini sebesar Rp 3 triliun. Nantinya dana hasil peneribitan ini digunakan untuk meningkatkan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) serta penyaluran kredit. (Kontan)
- Pemerintah akan melakukan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada hari Selasa, tanggal 4 September 2018. Target indikatif sebesar Rp 4 triliun, dengan seri yang ditawarkan SPN-S 05032019, SPN-S 05062019, PBS016, PBS002, PBS012, dan PBS015. (DJPPR)
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular