
Tren Koreksi IHSG Berlanjut, Hindari 10 Saham Ini
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 August 2018 15:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) anjlok 1,19% hingga akhir sesi 1 ke level 5.947,35. Anjloknya IHSG dipicu oleh rupiah yang melemah hingga 0,27% di pasar spot ke level Rp 14.725/dolar AS. Rupiah berada di posisi terlemah sejak krisis 1998 silam.
Pelemahan rupiah dipicu oleh krisis nilai tukar yang terjadi di Argentina. Kemarin (30/8/2018), peso anjlok hingga 12% di pasar spot melawan dolar AS. Kedepannya, rupiah masih berpotensi untuk terus melemah jika pelemahan peso tak bisa diredam.
Di tengah kondisi yang masih penuh ketidakpastian seperti saat ini, ada beberapa saham yang patut dihindari oleh pelaku pasar. Saham-saham yang dimaksud adalah yang memiliki beta tinggi.
Sebagai informasi, beta merupakan indikator yang menggambarkan sensitivitas suatu saham terhadap pergerakan pasar secara keseluruhan alias IHSG. Suatu saham dengan beta yang tinggi menunjukkan bahwa saham tersebut akan naik kencang saat IHSG sedang naik. Sebaliknya, ketika IHSG sedang anjlok, harga saham tersebut akan ikut terseret turun dalam.
Mengutip Reuters, berikut 10 saham anggota indeks LQ45 dengan beta tertinggi.
Banyak Saham Properti, Real Estate, dan Konstruksi Bangunan
Menariknya, saham-saham anggota indeks LQ45 dengan beta tertinggi banyak berasal dari sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan (WSKT, ADHI, BSDE, dan PWON).
Dominasi sektor tersebut disebabkan oleh model bisnisnya yang cyclical. Artinya, bisnis properti dan konstruksi itu sangat sensitif terhadap laju ekonomi Indonesia. Ketika ekonomi sedang bagus (IHSG naik), sektor ini akan menikmati banjirnya proyek-proyek yang pada akhirnya akan mendongkrak pendapatan mereka.
Sebaliknya, ketika ekonomi sedang lesu (IHSG turun), proyek-proyek yang dikerjakan akan turun sehingga pendapatan pun tertekan. Tekanan yang dirasakan oleh emiten-emiten sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan akan lebih besar dibandingkan tekanan yang dirasakan oleh emiten-emiten sektor non-cyclical.
Bagi perusahaan-perusahaan konstruksi, resiko yang ada dapat dikatakan lebih tinggi. Pasalanya, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir begitu gencar membangun infrastruktur di seluruh wilayah di Indonesia. Akibatnya, order book alias kontrak dari peursahaan-perusahaan konstruksi utamanya BUMN karya (WSKT, WIKA, dan ADHI) membengkak.
Permasalahannya adalah, pembayaran dari proyek-proyek tersebut dilakukan setelah konstruksi dimulai atau bahkan telah selesai dilakukan. Padahal, kontraktor telah menarik utang guna mendukung kebutuhan pembiayaan. Ketika perekonomian melambat (IHSG turun), pendapatan negara lantas berpotensi ikut tertekan sehingga kemampuan pemerintah untuk melunasi kewajibannya menjadi dipertanyakan.
Itulah mengapa saham-saham sektor Properti, Real Estate, dan Konstruksi bangunan sangat responsif terhadap pergerakan IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Pelemahan rupiah dipicu oleh krisis nilai tukar yang terjadi di Argentina. Kemarin (30/8/2018), peso anjlok hingga 12% di pasar spot melawan dolar AS. Kedepannya, rupiah masih berpotensi untuk terus melemah jika pelemahan peso tak bisa diredam.
Di tengah kondisi yang masih penuh ketidakpastian seperti saat ini, ada beberapa saham yang patut dihindari oleh pelaku pasar. Saham-saham yang dimaksud adalah yang memiliki beta tinggi.
Sebagai informasi, beta merupakan indikator yang menggambarkan sensitivitas suatu saham terhadap pergerakan pasar secara keseluruhan alias IHSG. Suatu saham dengan beta yang tinggi menunjukkan bahwa saham tersebut akan naik kencang saat IHSG sedang naik. Sebaliknya, ketika IHSG sedang anjlok, harga saham tersebut akan ikut terseret turun dalam.
![]() |
Banyak Saham Properti, Real Estate, dan Konstruksi Bangunan
Menariknya, saham-saham anggota indeks LQ45 dengan beta tertinggi banyak berasal dari sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan (WSKT, ADHI, BSDE, dan PWON).
Dominasi sektor tersebut disebabkan oleh model bisnisnya yang cyclical. Artinya, bisnis properti dan konstruksi itu sangat sensitif terhadap laju ekonomi Indonesia. Ketika ekonomi sedang bagus (IHSG naik), sektor ini akan menikmati banjirnya proyek-proyek yang pada akhirnya akan mendongkrak pendapatan mereka.
Sebaliknya, ketika ekonomi sedang lesu (IHSG turun), proyek-proyek yang dikerjakan akan turun sehingga pendapatan pun tertekan. Tekanan yang dirasakan oleh emiten-emiten sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan akan lebih besar dibandingkan tekanan yang dirasakan oleh emiten-emiten sektor non-cyclical.
Bagi perusahaan-perusahaan konstruksi, resiko yang ada dapat dikatakan lebih tinggi. Pasalanya, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir begitu gencar membangun infrastruktur di seluruh wilayah di Indonesia. Akibatnya, order book alias kontrak dari peursahaan-perusahaan konstruksi utamanya BUMN karya (WSKT, WIKA, dan ADHI) membengkak.
Permasalahannya adalah, pembayaran dari proyek-proyek tersebut dilakukan setelah konstruksi dimulai atau bahkan telah selesai dilakukan. Padahal, kontraktor telah menarik utang guna mendukung kebutuhan pembiayaan. Ketika perekonomian melambat (IHSG turun), pendapatan negara lantas berpotensi ikut tertekan sehingga kemampuan pemerintah untuk melunasi kewajibannya menjadi dipertanyakan.
Itulah mengapa saham-saham sektor Properti, Real Estate, dan Konstruksi bangunan sangat responsif terhadap pergerakan IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Ikut Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS
Most Popular