
Beban Naik, Laba ADRO Turun 12,14% Jadi Rp 2,81 T
Monica Wareza, CNBC Indonesia
23 August 2018 20:27

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengalami penurunan laba bersih sebesar 12,14% pada periode semester I-2018. Nilai tersebut turun menjadi US$ 195,38 juta (Rp 2,81 triliun, asumsi Rp 14.400/US$) dari US$ 222,39 juta (Rp 3,20 triliun) pada periode yang sama di tahun sebelumya.
Padahal, pendapatan perusahaan sepanjang periode tersebut mengalami peningkatan tipis sebesar 3,93% menjadi US$ 1,61 miliar (Rp 23,18 triliun) dari US$ 1,54 miliar (Rp 22,30 triliun) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan ini utamanya ditunjang karena kenaikan harga jual rata-rata sebesar 9% akibat tinggin7ya harga Global Coal Newcastle.
Sementara, laba bersih ini tak ikut naik akibat naiknya beban pokok pendapatan sebesar 10% year on year karena kenaikan biaya penambangan sebagai dampak dari kenaikan nisbah kupas maupun biaya bahan bakar minyak. Selain itu, perusahaan juga mengalami peningkatan pembiayaan royalti kepada pemerintah sebagai respon atas kenaikan harga jual rata-rata.
Total produksi perusahaan sepanjang enam bulan pertama tahun ini turun 4% dari periode sebelumnya menjadi 24,06 metrik ton karena tingginya curah hujan sepanjang kuartal I-2018.
Volume penjualan batu bara juga mengalami penurunan sebesar 6% menjadi 23,80 metrik ton. Namun perusahaan tak merevisi target produksinya hingga akhir tahun yang sebesar 54-56 metrik ton.
Sementara itu, aset perusahaan secara total bernilai sebesar US$ 6,78 miliar, turun tipis dari US$ 6,81 miliar. Total aset ini terdiri US$ 1,68 miliar aset lancar dan US$ 5,09 miliar aset tak lancar.
Masih pada periode yang sama, perusahaan mengalami peningkatan liabilitas menjadi US$ 2,61 miliar dari US$ 2,72 miliar. Utang jangka pendek berjumlah sebesar US$ 780,71 juta dan utang jangka panjang sebesar US$ 1,83 miliar.
Adapun nilai ekuitas perusahaan berjumlah sebesar 6,78 miliar pada periode hingga akhir Juni 2018 ini.
(hps/hps) Next Article Demi Akuisisi Kestrel, Adaro Korbankan Pertumbuhan Laba
Padahal, pendapatan perusahaan sepanjang periode tersebut mengalami peningkatan tipis sebesar 3,93% menjadi US$ 1,61 miliar (Rp 23,18 triliun) dari US$ 1,54 miliar (Rp 22,30 triliun) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan ini utamanya ditunjang karena kenaikan harga jual rata-rata sebesar 9% akibat tinggin7ya harga Global Coal Newcastle.
Sementara, laba bersih ini tak ikut naik akibat naiknya beban pokok pendapatan sebesar 10% year on year karena kenaikan biaya penambangan sebagai dampak dari kenaikan nisbah kupas maupun biaya bahan bakar minyak. Selain itu, perusahaan juga mengalami peningkatan pembiayaan royalti kepada pemerintah sebagai respon atas kenaikan harga jual rata-rata.
Total produksi perusahaan sepanjang enam bulan pertama tahun ini turun 4% dari periode sebelumnya menjadi 24,06 metrik ton karena tingginya curah hujan sepanjang kuartal I-2018.
Volume penjualan batu bara juga mengalami penurunan sebesar 6% menjadi 23,80 metrik ton. Namun perusahaan tak merevisi target produksinya hingga akhir tahun yang sebesar 54-56 metrik ton.
Sementara itu, aset perusahaan secara total bernilai sebesar US$ 6,78 miliar, turun tipis dari US$ 6,81 miliar. Total aset ini terdiri US$ 1,68 miliar aset lancar dan US$ 5,09 miliar aset tak lancar.
Masih pada periode yang sama, perusahaan mengalami peningkatan liabilitas menjadi US$ 2,61 miliar dari US$ 2,72 miliar. Utang jangka pendek berjumlah sebesar US$ 780,71 juta dan utang jangka panjang sebesar US$ 1,83 miliar.
Adapun nilai ekuitas perusahaan berjumlah sebesar 6,78 miliar pada periode hingga akhir Juni 2018 ini.
(hps/hps) Next Article Demi Akuisisi Kestrel, Adaro Korbankan Pertumbuhan Laba
Most Popular