Cuaca Regional dan Domestik Mendukung, Rupiah Ogah Melemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 August 2018 12:44
Cuaca Regional dan Domestik Mendukung, Rupiah Ogah Melemah
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat hingga perdagangan siang hari ini. Faktor eksternal dan domestik berperan dalam penguatan mata uang Tanah Air.

Pada Senin (20/8/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.585. Rupiah masih menguat 0,14% dibandingkan penutupan perdagangan sebelum libur Hari Kemerdekaan.

Rupiah menguat 0,34% saat pembukaan pasar. Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah agak berkurang. Namun rupiah masih mampu bertahan di teritori positif.

Posisi terkuat rupiah berada di Rp 14.550/US$. Sementara terlemahnya adalah Rp 14.588/US$.



Di Asia, dolar AS pun cenderung melemah. Apresiasi tertinggi dialami yuan China, didorong oleh optimisme investor jelang pertemuan Beijing-Washington untuk membahas isu-isu perdagangan.

Berikut perkembangan nilai tukar beberapa mata uang Asia terhadap greenback pada pukul 12:06 WIB:



Sejatinya dolar AS masih perkasa. Dollar Index (yang mencerminkan greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,11% pada pukul 12:09 WIB.

Apresiasi mata uang Negeri Paman Sam terhadap mata uang utama didukung oleh antisipasi investor terhadap rilis ikhtisar rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Agustus 2018 pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jelang rilis data ini, biasanya pelaku pasar memang memburu dolar AS karena yakin akan ada konfirmasi lebih lanjut mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif.

Pelaku pasar meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun, menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak ketimbang perkiraan awal yaitu tiga kali.

Ditopang isu kenaikan suku bunga, dolar AS pun berjaya. Berinvestasi di Negeri Paman Sam akan kian menguntungkan saat suku bunga dikerek ke atas. Pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke instrumen berbasis dolar AS.

Hal ini terlihat dari imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang bergerak turun, tanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. Pada pukul 12:14 WIB, yield untuk tenor 1 tahun turun 0,3 basis poin (bps). Kemudian tenor 2 tahun turun 0,8 bps, 3 tahun turun 1,1 bps, 5 tahun turun 0,9 bps, 7 tahun turun 1 bps, 10 tahun turun 1,1 bps, dan 30 tahun turun 1,1 bps.


Namun di Asia, sentimen tersebut tidak terlalu terasa. Sebab, ada angin segar bertiup ke Benua Kuning, terkait rencana dialog AS-China.

Wall Street Journal melaporkan, perwakilan AS dan China akan bertemu di Washington pada 21-22 Agustus. Investor berharap ada titik terang yang bisa memulihkan hubungan dua perekonomian terbesar di bumi tersebut.

Oleh karena itu, investor pun mulai berani mengambil risiko, memasang mode risk on. Dana-dana asing masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk pasar saham.

Pada pukul 12:25 WIB, indeks Hang Seng menguat 0,73%. Sementara Kospi naik 0,07%, Straits Time bertambah 0,2%, dan KLCI (Malaysia) plus 0,25%. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak mau ketinggalan dengan penguatan mencapai 1,71% pada penutupan perdagangan Sesi I.

Selain angin segar yang sedang bertiup ke Asia, apresiasi rupiah juga disebabkan oleh sentimen domestik. Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 5,5%.

Kebijakan ini sempat minim respons, karena investor disibukkan oleh sentimen dari Turki. Namun begitu Turki mendingin, investor mulai mencerna kenaikan suku bunga acuan.

Seperti harapan BI, kenaikan suku bunga acuan mulai direspons dengan masuknya aliran modal ke instrumen berpendapatan tetap (fixed income). Yield obligasi pemerintah Indonesia pun bergerak turun.

Pada pukul 12:29 WIB, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 5 tahun turun 3,2 bps. Kemudian 10 tahun turun 6,3 bps, 15 tahun turun 6,9 bps, dan 20 tahun turun 0,3 bps.

Sentimen regional dan domestik ini turut membuat rupiah mampu bertahan di area apresiasi. Jika tidak ada aral melintang, maka bukan tidak mungkin penguatan rupiah bertahan hingga penutupan pasar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular