Jokowi Perkirakan Dolar AS Rp 14.400 pada 2019, Tepatkah?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 August 2018 15:02
Dolar AS Sepertinya Masih Digdaya
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Sepertinya tahun depan memang masih belum menjadi tahunnya rupiah. Sentimen eksternal maupun internal belum terlalu kondusif buat rupiah. 

Dari sisi eksternal, The Federal Reserve/The Fed diperkirakan masih melanjutkan fase normalisasi kebijakan moneter. Setelah tahun ini mungkin menaikkan suku bunga sampai empat kali, kenaikan akan berlanjut pada 2019. 

BI memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan tiga kali tahun depan. Artinya dalam 2 tahun, Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga tujuh kali! 

Kenaikan suku bunga tentu akan membuat instrumen berbasis greenback semakin seksi. Selain aman, investasi di dolar AS akan memberikan imbalan yang lebih besar. Lagi-lagi arus modal akan mengarah ke Negeri Paman Sam. 

Selain kenaikan suku bunga, AS juga kemungkinan akan menawarkan hal menarik lainnya yaitu imbal hasil (yield). Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump punya kebijakan fiskal yang ambisius dengan meningkatkan belanja dan insentif pajak. Hasilnya adalah defisit anggaran Negeri Adidaya akan membengkak. 

Peningkatan defisit itu harus dibiayai dengan penerbitan surat utang yang lebih banyak. Saat pasokan obligasi AS meningkat, tentu harganya turun.

Demi memancing minat investor, pemerintah AS harus memberikan pemanis berupa imbalan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, yield obligasi negara AS diperkirakan terus meningkat. Mengutip Reuters, berdasarkan survei terhadap 62 lembaga keuangan di berbagai negara, yield obligasi AS tenor 10 tahun dalam 12 bulan ke depan diperkirakan berada di 3,28%. Hari ini, yield instrumen itu masih di kisaran 2,88%. 

Dalam satu titik, yield obligasi pemerintah AS yang tinggi akan menarik minat investor yang tergiur dengan cuan lebih besar. Ini membuat lagi-lagi arus modal akan terbang menuju AS. 

Sebenarnya tidak hanya ke AS, kemungkinan pelaku pasar juga berekspektasi Bank Sentral Eropa (ECB) akan mulai menaikkan suku bunga acuan. Mario Draghi, Presiden ECB, memberi ancer-ancer kenaikan suku bunga acuan paling cepat adalah musim panas 2019 alias pertengahan tahun. 

Artinya, AS bakal punya pesaing. Aliran modal (jika ECB benar-benar menaikkan suku bunga) juga akan berdatangan ke Benua Biru. 

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, mungkin yang tersisa hanya remah-remah. Sebab dana-dana kelas kakap tentu lebih memilih masuk ke negara-negara maju yang menawarkan stabilitas dan keamanan. Plus imbalan yang lebih tinggi karena kenaikan suku bunga acuan. 

(aji/aji)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular