
China Laporkan AS ke WTO, Bursa Saham Asia Berguguran
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 August 2018 17:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri hari di zona merah: indeks Nikkei turun 0,68%, indeks Shanghai turun 2,06%, indeks Hang Seng turun 1,55%, dan indeks Strait Times turun 0,27%.
Ribut-ribut AS-China di bidang perdagangan membuat investor panik dan lari meninggalkan bursa saham. China telah resmi mengajukan gugatan ke World Trade Organisation (WTO) sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan AS di bidang energi terbarukan.
Pada bulan Januari, AS mengumumkan pengenaan bea masuk yang disebutnya sebagai safeguard tariffs selama 4 tahun lamanya. Bea masuk senilai 30% akan dikenakan bagi produk-produk seperti photovoltaics pada tahun pertama, sebelum diturunkan pada tahun-tahun berikutnya dan menjadi 15% pada tahun keempat. Photovoltaics merupakan alat yang digunakan untuk mengonversi cahaya matahari menjadi listrik.
Tak sampai disitu, pemerintahan Presiden Donald Trump juga memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan energi terbarukan di AS.
Kementerian Keuangan China pada selasa malam mengatakan bahwa kebijakan tersebut telah secara serius menggangu pasar global dan menciderai kepentingan pihak China.
Sebelumnya, pihak AS telah menuduh China menggunakan subsidi dan produksi besar-besaran untuk mendorong harga turun dan membuat perusahaan-perusahaan asal AS menjadi tidak kompetitif. Menurut data dari China Photovoltaic Industry Association (CPIA), kapasitas produksi panel solar AS jatuh dari 1,5 gigawat pada tahun 2011 menjadi hanya 1 gigawat pada tahun lalu sebagai hasil dari kebangkrutan.
Selain itu, berita yang datang dari Turki juga kurang sedap bagi investor. Turki telah menaikkan tarif impor terhadap beberapa produk asal Amerika Serikat (AS) sebagai balasan atas kebijakan AS yang menaikkan bea masuk baja dan aluminium asal Turki menjadi masing-masing sebesar 50% dan 20%.
Produk-produk asal Negeri Paman Sam yang dijadikan sasaran diantaranya adalah mobil penumpang, minuman beralkohol, dan tembakau, seperti dikutip dari Reuters. Peraturan yang ditandatangani Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan itu menaikkan bea impor mobil penumpang menjadi sebesar 120%, 140% untuk minuman beralkohol, dan 60% untuk daun tembakau.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson, pastur asal AS yang ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan kudeta yang gagal pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
"Presiden sangat frustrasi karena Brunson belum dibebaskan. Beliau berkomitmen 100% untuk membawa Brunson pulang," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip Reuters.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium.
"Pemerintah akan tegas soal ini. Belum ada perkembangan dalam kasus Brunson, dan bila tidak ada tindakan nyata dalam beberapa hari atau minggu ke depan, maka tindakan lanjutan akan ditempuh. Tekanan akan meningkat," ungkap salah seorang pejabat teras Gedung Putih, mengutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Ribut-ribut AS-China di bidang perdagangan membuat investor panik dan lari meninggalkan bursa saham. China telah resmi mengajukan gugatan ke World Trade Organisation (WTO) sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan AS di bidang energi terbarukan.
Pada bulan Januari, AS mengumumkan pengenaan bea masuk yang disebutnya sebagai safeguard tariffs selama 4 tahun lamanya. Bea masuk senilai 30% akan dikenakan bagi produk-produk seperti photovoltaics pada tahun pertama, sebelum diturunkan pada tahun-tahun berikutnya dan menjadi 15% pada tahun keempat. Photovoltaics merupakan alat yang digunakan untuk mengonversi cahaya matahari menjadi listrik.
Kementerian Keuangan China pada selasa malam mengatakan bahwa kebijakan tersebut telah secara serius menggangu pasar global dan menciderai kepentingan pihak China.
Sebelumnya, pihak AS telah menuduh China menggunakan subsidi dan produksi besar-besaran untuk mendorong harga turun dan membuat perusahaan-perusahaan asal AS menjadi tidak kompetitif. Menurut data dari China Photovoltaic Industry Association (CPIA), kapasitas produksi panel solar AS jatuh dari 1,5 gigawat pada tahun 2011 menjadi hanya 1 gigawat pada tahun lalu sebagai hasil dari kebangkrutan.
Selain itu, berita yang datang dari Turki juga kurang sedap bagi investor. Turki telah menaikkan tarif impor terhadap beberapa produk asal Amerika Serikat (AS) sebagai balasan atas kebijakan AS yang menaikkan bea masuk baja dan aluminium asal Turki menjadi masing-masing sebesar 50% dan 20%.
Produk-produk asal Negeri Paman Sam yang dijadikan sasaran diantaranya adalah mobil penumpang, minuman beralkohol, dan tembakau, seperti dikutip dari Reuters. Peraturan yang ditandatangani Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan itu menaikkan bea impor mobil penumpang menjadi sebesar 120%, 140% untuk minuman beralkohol, dan 60% untuk daun tembakau.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson, pastur asal AS yang ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan kudeta yang gagal pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah.
"Presiden sangat frustrasi karena Brunson belum dibebaskan. Beliau berkomitmen 100% untuk membawa Brunson pulang," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip Reuters.
Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium.
"Pemerintah akan tegas soal ini. Belum ada perkembangan dalam kasus Brunson, dan bila tidak ada tindakan nyata dalam beberapa hari atau minggu ke depan, maka tindakan lanjutan akan ditempuh. Tekanan akan meningkat," ungkap salah seorang pejabat teras Gedung Putih, mengutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular