Sentimen Negatif Mendominasi, Bursa Saham Asia ke Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 August 2018 09:06
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia dibuka di zona merah.
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia dibuka di zona merah: indeks Strait Times turun 0,06%, indeks Shanghai turun 0,13%, dan indeks Hang Seng turun 0,1%. Sementara itu, indeks Nikkei dibuka menguat 0,05% dan bursa saham Korea Selatan diliburkan seiring dengan peringatan Independence Movement Day dan Liberation Day.

Krisis nilai tukar di turki yang tak kunjung usai membuat investor memilih untuk kembali meninggalkan instrumen berisiko seperti saham. Pasca menguat 7,37% melawan dolar AS pada perdagangan kemarin di pasar spot, pada pagi hari ini lira kembali melemah sebesar 0,66%. Ketika lira kembali melemah, ketakutan mengenai tekanan terhadap bank-bank yang meminjamkan uang kepada nasabah di Turki menjadi mencuat kembali.

Di Asia, ada Jepang yang memiliki eksposur cukup besar terhadap pelemahan lira. Bank-bank asal Jepang diketahui meminjamkan uang senilai US$ 14 miliar kepada nasabah di Turki, menurut data dari Bank for International Settlements (BIS), dikutip dari CNBC International.

Lira belum bisa terus menguat lantaran perselisihan dengan AS masih berlanjut, bahkan bertambah parah. Pasalnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya akan memboikot berbagai produk elektronik asal Amerika Serikat (AS).

"Kami akan memboikot barang-barang elektronik AS," ujarnya dalam pidato yang disiarkan di televisi, seperti dilaporkan oleh AFP. "Jika [AS] punya iPhone, ada Samsung di lain pihak."

Kemarin, lira menguat lantaran bank sentral Turki menenangkan investor global dengan menyatakan bahwa mereka akan menyediakan sebanyak mungkin likuiditas bagi bank-bank dalam negeri. Selain itu, bank sentral juga siap sedia dalam memantau perkembangan dari krisis ekonomi di Negeri Kebab.

Lebih lanjut, Menteri Keuangan Turki Berat Albayrak mengatakan bahwa pemerintah akan melindungi nilai tukar lira, sembari menambahkan bahwa ia berpendapat nilai tukar lira akan menguat.

Investor juga masih merespon negatif rilis data ekonomi di China yang mengecewakan. Kemarin, pertumbuhan produksi industri periode Juli diumumkan di level 6% YoY, lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 6,3% YoY. Sementara itu, penjualan barang-barang ritel periode yang sama hanya tumbuh sebesar 8,8% YoY, juga lebih rendah dari konsensus yang sebesar 9,1% YoY.

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan bagi perekonomian China tentu akan mempengaruhi laju perekonomian global. Apalagi, masalah perang dagang dengan AS belum juga bisa diselesaikan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular