
Pekan Ini, Cermati Kebijakan BI Sampai APBN di Tahun Politik
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 August 2018 16:15

Sentimen kelima, lagi-lagi dari domestik, adalah penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 pada 16 Agustus. Berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2019, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di kisaran 5,4-5,8%.
Kemudian inflasi diperkirkaan 2,5-4,5%, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 4,6-5,2%, nilai tukar Rp 13.700-14.000/US$, harga minyak Indonesia US$ 60-70/barel, lifting minyak 772-805 ribu barel/hari, dan lifting gas 1,2-1,3 juta barel setara minyak/hari. Angka-angka ini akan menjadi patokan dalam penyusunan RAPBN 2019.
Menarik untuk melihat arah kebijakan fiskal pada 2019. Pasalnya, tahun depan merupakan tahun politik dengan adanya Pileg dan Pilpres. Patut dicermati apa saja prioritas anggaran pada 2019.
Apakah pemerintah masih akan mengerem belanja infrastruktur demi menyelamatkan rupiah? Apakah akan ada kenaikan anggaran bantuan sosial (bansos), yang sering dituding sebagai alat kampanye? Mari kita nantikan penjelasan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sentimen keenam, kali ini dari luar negeri, adalah rilis-rilis data dari AS. Pekan ini, sejumlah data yang akan dirilis adalah inflasi, perdagangan internasional, penjualan ritel, pertumbuhan produksi manufaktur, penjualan properti, sampai klaim tunjangan pengangguran. Bila data-data ini positif, maka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif akan semakin besar.
Pasar kini berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan total empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak ketimbang proyeksi awal yaitu tiga kali. Jika data-data ekonomi Negeri Adidaya terus positif, maka kemungkinan ke arah sana akan semakin tinggi.
Ketujuh adalah data-data dari China. Beberapa data yang akan dirilis adalah pertumbuhan kredit, penjualan ritel, sampai indeks harga properti. Data-data ini menjadi penting karena akan menunjukkan seberapa kuat perekonomian China di tengah pusaran perang dagang dengan AS.
Kedelapan, juga dari eksteral, adalah data-data di Jepang. Pekan ini akan dirilis antara lain produksi industrial, perdagangan internasional, dan indeks Tankan (menggambarkan optimisme dunia usaha). Berbagai data ini akan memberikan arah perkembangan ekonomi di Negeri Sakura dan seberapa cepat Bank Sentral Jepang (BoJ) akan mulai memperketat kebijakan moneter.
Kesembilan adalah data-data yang dirilis di Uni Eropa. Beberapa data itu adalah pembacaan awal pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018, perdagangan internasional, transaksi berjalan, dan inflasi. Seperti halnya di Jepang, data-data ini bisa menjadi penentu arah kebijakan moneter Bank Sentral Uni Eropa (ECB) ke depan.
Ada sembilan sentimen, dan ini mungkin belum semua. Sepertinya pekan ini akan menjadi periode sibuk dan penuh kewaspasdaan. Sebab, ada banyak sentimen negatif yang bisa membuat IHSG dan rupiah terjebak di zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kemudian inflasi diperkirkaan 2,5-4,5%, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 4,6-5,2%, nilai tukar Rp 13.700-14.000/US$, harga minyak Indonesia US$ 60-70/barel, lifting minyak 772-805 ribu barel/hari, dan lifting gas 1,2-1,3 juta barel setara minyak/hari. Angka-angka ini akan menjadi patokan dalam penyusunan RAPBN 2019.
Menarik untuk melihat arah kebijakan fiskal pada 2019. Pasalnya, tahun depan merupakan tahun politik dengan adanya Pileg dan Pilpres. Patut dicermati apa saja prioritas anggaran pada 2019.
Sentimen keenam, kali ini dari luar negeri, adalah rilis-rilis data dari AS. Pekan ini, sejumlah data yang akan dirilis adalah inflasi, perdagangan internasional, penjualan ritel, pertumbuhan produksi manufaktur, penjualan properti, sampai klaim tunjangan pengangguran. Bila data-data ini positif, maka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif akan semakin besar.
Pasar kini berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan total empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak ketimbang proyeksi awal yaitu tiga kali. Jika data-data ekonomi Negeri Adidaya terus positif, maka kemungkinan ke arah sana akan semakin tinggi.
Ketujuh adalah data-data dari China. Beberapa data yang akan dirilis adalah pertumbuhan kredit, penjualan ritel, sampai indeks harga properti. Data-data ini menjadi penting karena akan menunjukkan seberapa kuat perekonomian China di tengah pusaran perang dagang dengan AS.
Kedelapan, juga dari eksteral, adalah data-data di Jepang. Pekan ini akan dirilis antara lain produksi industrial, perdagangan internasional, dan indeks Tankan (menggambarkan optimisme dunia usaha). Berbagai data ini akan memberikan arah perkembangan ekonomi di Negeri Sakura dan seberapa cepat Bank Sentral Jepang (BoJ) akan mulai memperketat kebijakan moneter.
Kesembilan adalah data-data yang dirilis di Uni Eropa. Beberapa data itu adalah pembacaan awal pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018, perdagangan internasional, transaksi berjalan, dan inflasi. Seperti halnya di Jepang, data-data ini bisa menjadi penentu arah kebijakan moneter Bank Sentral Uni Eropa (ECB) ke depan.
Ada sembilan sentimen, dan ini mungkin belum semua. Sepertinya pekan ini akan menjadi periode sibuk dan penuh kewaspasdaan. Sebab, ada banyak sentimen negatif yang bisa membuat IHSG dan rupiah terjebak di zona merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular