
Neraca Pembayaran Tekor, Dolar AS Bisa Tembus Rp 14.500?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 August 2018 11:53

Sementara dari eksternal, dolar AS sedang menjadi buruan akibat gonjang-ganjing di Turki. Sejak awal tahun, mata uang lira anjlok 31,7% terhadap dolar AS dan menyentuh posisi terlemahnya sepanjang sejarah.
Penyebabnya adalah kebijakan AS kepada Turki. Akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump menyetujui pengenaan bea masuk bagi impor baja asal Turki sebesar 50%. Aluminium juga kena bea masuk 20%.
"Saya telah menyetujui penggandaan tarif bea masuk untuk baja dan aluminium kepada Turki, karena mata uang mereka melemah terhadap dolar AS kami yang begitu kuat! Hubungan kami dengan Turki tidak baik pada saat ini!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Selain itu, pasar juga menghukum Turki karena campur tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang dianggap terlalu dalam terhadap kebijakan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan memilih menantunya, Berat Albayrak, sebagai Menteri Keuangan.
Bursa saham dan mata uang dunia berguguran karena kekhawatiran 'huru'hara' di Turki bisa merambat ke mana-mana. Akibatnya, investor pun kembali ke pelukan dolar AS.
Greenback yang tengah menjadi primadona investor pun terapresiasi tajam. Pada penutupan pasar akhir pekan lalu, Dollar Index mampu menguat sampai 0,8%.
Pekan depan juga ada beberapa rilis data kunci yang bisa melambungkan dolar AS. Misalnya inflasi, perdagangan internasional, penjualan ritel, sampai penjualan properti. Bila data-data ini positif, maka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif akan semakin besar.
Pasar kini berekspektasi The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan total empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak ketimbang proyeksi awal yaitu tiga kali. Jika data-data ekonomi Negeri Adidaya terus positif, maka kemungkinan ke arah sana akan semakin tinggi.
Dengan situasi yang sangat tidak menguntungkan ini, sepertinya akan sulit bagi rupiah untuk mengulangi pencapaian pekan lalu. Jika tidak ada sentimen positif (terutama dari dalam negeri), maka bukan tidak mungkin dolar AS akan kembali ke jalur pendakian dan menembus level psikologis Rp 14.500.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Penyebabnya adalah kebijakan AS kepada Turki. Akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump menyetujui pengenaan bea masuk bagi impor baja asal Turki sebesar 50%. Aluminium juga kena bea masuk 20%.
"Saya telah menyetujui penggandaan tarif bea masuk untuk baja dan aluminium kepada Turki, karena mata uang mereka melemah terhadap dolar AS kami yang begitu kuat! Hubungan kami dengan Turki tidak baik pada saat ini!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Bursa saham dan mata uang dunia berguguran karena kekhawatiran 'huru'hara' di Turki bisa merambat ke mana-mana. Akibatnya, investor pun kembali ke pelukan dolar AS.
Greenback yang tengah menjadi primadona investor pun terapresiasi tajam. Pada penutupan pasar akhir pekan lalu, Dollar Index mampu menguat sampai 0,8%.
Pekan depan juga ada beberapa rilis data kunci yang bisa melambungkan dolar AS. Misalnya inflasi, perdagangan internasional, penjualan ritel, sampai penjualan properti. Bila data-data ini positif, maka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif akan semakin besar.
Pasar kini berekspektasi The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan total empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak ketimbang proyeksi awal yaitu tiga kali. Jika data-data ekonomi Negeri Adidaya terus positif, maka kemungkinan ke arah sana akan semakin tinggi.
Dengan situasi yang sangat tidak menguntungkan ini, sepertinya akan sulit bagi rupiah untuk mengulangi pencapaian pekan lalu. Jika tidak ada sentimen positif (terutama dari dalam negeri), maka bukan tidak mungkin dolar AS akan kembali ke jalur pendakian dan menembus level psikologis Rp 14.500.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular