Rupiah Kuat di Kurs Acuan, Kedua Terbaik Asia di Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 August 2018 10:40
Rupiah Kuat di Kurs Acuan, Kedua Terbaik Asia di Pasar Spot
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan bergerak menguat. Dolar AS kini tidak lagi di kisaran Rp 14.500. 

Pada Senin (6/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.481. Rupiah menguat 0,15% dibandingkan posisi akhir pekan lalu. Penguatan hari ini memutus tren pelemahan yang terjadi pada 4 hari perdagangan terakhir. 



Di pasar spot, rupiah pun cenderung menguat. Pada pukul 10:06 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.480, di mana rupiah menguat 0,07%. 

Rupiah dibuka stagnan pada perdagangan hari ini. Namun seiring perjalanan pasar, rupiah mampu menguat meski dalam rentang tipis. 

Sementara mata uang utama Asia bergerak variatif di hadapan dolar AS. Namun dengan apresiasi 0,07% sudah cukup membawa rupiah menjadi mata uang dengan penguatan kedua tertinggi di Asia. Hanya rupee India dan ringgit Malaysia yang lebih baik dibandingkan rupiah. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 10:10 WIB: 



Sebenarnya dolar AS masih melanjutkan penguatannya. Pada pukul 10:12 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,13%. 

Dolar AS masih menguat seiring rilis data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam. Angka pengangguran periode Juli 2018 tercatat sebesar 3,9% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 4%. 

Penciptaan lapangan kerja naik 157.000. Sementara jumlah orang yang ingin mencari kerja tetapi tidak mendapatkannya atau yang bekerja paruh waktu karena tidak bisa menemukan pekerjaan penuh waktu turun 0,3 poin persentase menjadi 7,5%, terendah sejak Maret 2001. Kemudian gaji per jam rata-rata naik 0,3% secara bulanan dan 2,7% secara tahunan.  

Data-data ketenagakerjaan yang lumayan bagus ini bisa membuat The Federal Reserve/The Fed kian yakin bahwa AS membutuhkan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Kemungkinan kenaikan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 semakin besar. 

Ditopang potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS tentu mendapat obat kuat. Kenaikan suku bunga akan memancing arus modal berdatangan ke AS, sehingga menopang apresiasi kurs.  

Penguatan dolar AS kian menonjol kala yuan China 'dilemahkan' lagi. Yuan adalah salah satu dari enam mata uang pembentuk Dollar Index. Pelemahan mata uang ini membuat Dollar Index semakin menanjak. 

Hari ini, Bank Sentral China (PBoC) menetapkan nilai tengah yuan di CNY 6,8513/US$. Lebih lemah dibandingkan penutupan akhir pekan lalu yaitu CNY 6,8288/US$. 

Langkah ini ditengarai sebagai respons atas perang dagang AS vs China yang kembali memanas. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengancam memberlakukan bea masuk 25% untuk importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Sebagai balasan, China berniat memberlakukan bea masuk baru bagi importasi produk AS senilai US$ 60 miliar.  

Akan ada 5.207 produk yang akan dibebankan bea masuk 5-25%. Pemberlakuan kebijakan ini tergantung langkah AS.

Dengan langkah melemahkan nilai tukar yuan, maka produk China menjadi lebih murah di pasar dunia. Ekspor China pun menjadi semakin tidak terbendung dan membuat posisi tawar Negeri Tirai Bambu di atas angin. Bisa jadi langkah intervensi kurs merupakan gertakan China untuk membuka negosiasi dengan Negeri Adidaya. 


Namun rupiah masih bisa menguat karena investor menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 sebesar 5,125% secara tahunan (year-on-year/YoY). Lebih cepat dibandingkan kuartal I-2018 yang sebesar 5,06% YoY maupun kuartal II-2017 yaitu 5,01% YoY. 

Walau cukup sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4% seperti dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, tetapi pertumbuhan di kisaran itu sudah relatif baik. Mengingat tingginya tekanan eksternal, bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1% sudah merupakan pencapaian yang lumayan meski memang masih jauh dari optimal. 

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2018 menunjukkan perbaikan. Peningkatan permintaan menunjukkan konsumsi sudah membaik. Investasi juga tumbuh menjadi salah satu mesin penting penggerak pertumbuhan ekonomi," papar Radhika Rao, Ekonom DBS. 

Peningkatan konsumsi dan investasi, lanjut Rao, didukung oleh inflasi yang terkendali. Sampai Juli 2018, inflasi secara YoY berada di 3,18% atau di kisaran tengah target Bank Indonesia (BI) yaitu 2,5-4,5%. 

"Namun yang menjadi pemberat adalah net ekspor. Peningkatan impor sepertinya tidak bisa ditutup oleh ekspor, sehingga secata neto sepertinya masih 'merah'," ujar Rao.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular