Siap-siap, Efek Kebijakan The Fed Saat Ini Baru Awalnya Saja

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
03 August 2018 08:29
Jika laju perekonomian negeri Paman Sam benar-benar tak mampu terbendung, bukan tidak mungkin bank sentral AS bakal secara agresif menaikkan bunga acuan.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Pernyataan yang keluar dari mulut gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS), Jerome Powell, kerap kali membuat pasar keuangan dunia terguncang. Apalagi, ketika mereka memberi sinyal kenaikan bunga acuan.

Biasanya, ketika Federal Reserve/ The Fed memberi sinyal kenaikan bunga, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun akan naik. Ketika yield naik, dolar AS akan cenderung menguat dan memukul sejumlah mata uang lain tak terkecuali Indonesia.

Sepanjang tahun berjalan, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap greenback berada di kisaran 6%, di mana salah satunya juga dipengaruhi oleh arah kebijakan bank sentral AS yang mulai ketat sebagai upaya untuk mengerem laju ekonomi AS agar tidak 'terlalu panas' atau overheating.

Namun, apa yang dilakukan bank sentral AS disebut-sebut baru permulaan. Jika laju perekonomian negeri Paman Sam benar-benar tak mampu terbendung, bukan tidak mungkin bank sentral AS bakal secara agresif menaikkan bunga acuan.


"Ini yang saya khawatirkan karena prosesnya masih berjalan. [Kenaikan bunga] Fed itu sekarang belum sampai ke titik ekuilibrium [keseimbangan]," kata mantan Menteri Keuangan Chatib Basri kepada CNBC Indonesia hari Kamis (2/8/2018).

Chatib memperkirakan suku bunga acuan The Fed dalam dua tahun ke depan akan dikerek hingga ke level 3% dari 1,75% hingga 2% saat ini. Ketika itu terjadi, maka tekanan terhadap sejumlah mata uang, tak terkecuali rupiah, akan semakin besar.

"Setiap dia [The Fed] mau ini itu, yield pasti naik. Kalau yield naik, pasti rupiah melemah. Jadi, ini adalah proses yang masih akan terus berjalan," jelasnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, arah kebijakan Bank Indonesia (BI) yang ahead the curve, pre-emptive, maupun front loading sudah tepat agar pasar keuangan Indonesia tetap menarik di tengah dinamika pasar keuangan global.

Namun, apabila dalam dua tahun ke depan Fed benar-benar mengerek bunga hingga 3%, BI mau tidak mau harus menaikkan bunga dalam jumlah yang sama, paling tidak agar kenaikan bunga tidak berdampak signifikan terhadap nilai tukar.

Sebagai gambaran, saat ini suku bunga acuan The Fed berada di kisaran 1,75%-2%. Sementara itu, suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate sudah berada di level 5,25%.

"Sekarang [BI 7-day reverse repo rate] naik 100 bps, depresiasi rupiah 6%. Kalau [suku bunga acuan] tidak dinaikkan, [depresiasi] rupiah bisa lebih parah," tegasnya.
(prm) Next Article Rupiah Tembus Level Terkuatnya Sejak Juni 2018

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular