Dihajar 2 Hari Beruntun, Harga Minyak Rebound

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
02 August 2018 09:54
Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 bergerak menguat 0,54% ke level US$72,78/barel, sementara light sweet  naik 0,55% ke US$68,03/barel
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 bergerak menguat  0,54% ke level US$72,78/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak September 2018 naik 0,55% ke US$68,03/barel pada perdagangan hari ini Kamis (02/08/2018) hingga pukul 09.15 WIB.

Harga sang emas hitam mampu rebound pasca dihajar habis-habisan dalam dua hari terakhir. Sebagai informasi, kemarin harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) turum 1,6%. Sedangkan, harga brent yang menjadi acuan di Eropa malah amblas hingga 2,5%.

Dengan pelemahan beruntun itu, light sweet terjerumus ke level terendahnya sejak akhir Juni 2018 lalu, pada penutupan perdagangan sehari lalu. Beberapa sentimen negatif memang datang menghampiri harga komoditas energi utama di dunia ini.



Pertama, kembali munculnya isu perang dagang. Reuters melaporkan, seorang sumber mengungkap bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan aturan pengenaan bea masuk baru terhadap importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Tarifnya bukan lagi 10% seperti rencana awal, tetapi 25%. 

Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu.

"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters.

Jika perang dagang sampai berkecamuk, maka perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat. Apabila pertumbuhan ekonomi melambat, permintaan energi pun berkurang. Persepsi ini yang membuat harga si emas hitam terperosok.

Kedua, kemungkinan bertambahnya pasokan dari para anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Survei Reuters menunjukkan produksi minyak negara-negara OPEC pada Juli 2018 naik 70,000 barel/hari menjadi 32,64 juta barel/hari. Ini merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Sebagai informasi, berdasarkan sumber sekunder di laporan bulanan OPEC edisi Juli 2018, produksi minyak mentah OPEC sudah meningkat 0,56% menjadi 32,33 juta barel/hari pada bulan Juni 2018.

Ketiga, kenaikan cadangan minyak AS juga mempengaruhi pembentukan harga. US Energy Information Administration (EIA) mencatat cadangan minyak AS naik 3,8 juta barel pekan lalu. Jauh mengungguli ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 2,6 juta barel.

Keempat, produksi minyak Kuwait juga meningkat sehingga menambah pasokan di pasar. Bakhit al-Rashidi, Menteri Perminyakan Kuwait, menyebutkan produksi minyak negaranya naik sekitar 100.000 barel/hari menjadi 2,8 juta barel/hari.

"Tingkat produksi kami saat ini sangat stabil. Baik itu untuk produsen maupun konsumen," ujar al-Rashidi, dikutip dari Reuters.

Meski demikian, hari ini harga minyak mulai pulih. Harga minyak yang sudah cukup rendah nampaknya membuat investor melakukan aksi beli. Selain itu, sebenarnya ada data yang bernada positif dari rilis data EIA. Cadangan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Negeri Paman Sam tercatat menurun 2,5 juta barel.

Selain itu, EIA juga melaporkan bahwa produksi minyak mentah AS turun 30.000 barel/hari menjadi 10,44 juta barel/hari pada bulan Mei.

Sementara itu, produksi minyak mentah mingguan AS juga turun 100.000 barel/hari pada pekan lalu ke angka 10,9 juta barel/hari. Penurunan ini merupakan yang pertama kalinya sejak pertengahan Februari 2018.   


(RHG/gus) Next Article Brent Anjlok Nyaris 1%, Minyak Jauhi US$ 80/barel

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular